REPUBLIKA.CO.ID,JOMBANG -- Perbedaan pendapat dalam mekanisme pemilihan Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya menemui titik kesepakatan.
Muktamirin atau peserta muktamar menyetujui mekanisme ahlul halli wal aqdi (Ahwa) dalam sidang pleno Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur.
"Titik persamaan di antara kita yang berbeda pendapat adalah sama-sama setuju dengan penerapan konsep Ahwa," kata pemimpin Sidang Pleno Ahmad Ishomuddin, Rabu (5/8).
Penetapan tersebut disepakati muktamirin setelah laporan hasil sidang Komisi Rais Syuriyah dari tingkat PCNU, PWNU, dan Pengurus Cabang Istimewa atau luar negeri dibacakan di sidang pleno.
Laporan yang disampaikan Ketua Komisi KH Yahya Staquf menyatakan pemilihan Rais 'Aam dengan sistem Ahwa akan diberlakukan dan dimulai di Muktamar ke-33 di Jombang.
Gus Yahya mengatakan, kesepakatan ini diperoleh melalui pemungutan suara yang dihadiri 496 Rais Syuriyah di seluruh Indonesia. Hasilnya, kata dia, 252 suara menyatakan setuju konsep AHWA, 235 tidak setuju, dan sembilan suara abstain.
"Pemilihan Rais 'Aam di Muktamar ke-33 NU akan menggunakan sistem Ahwa," ujar Gus Yahya.
Sebelumnya, perdebatan panjang mengenai mekanisme pemilihan Rais 'Aam terjadi dalam pembahasan tata tertib muktamar. Keduanya hampir tidak menemui titik temu. Pejabat Sementara Rais 'Aam KH Mustafa Bisri akhirnya menengahi dengan mengambil jalan tengah di antara dua pendapat yang berbeda.
Sidang untuk sementara ditunda untuk shalat zhuhur. Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemilihan sembilan anggota AHWA untuk memilih Rais 'Aam.