REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf memaparkan tujuan utama digelarnya Muktamar Internasional Fiqih Peradaban yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan satu abad NU. Muktamar Fiqih Peradaban tersebut, kata dia, sebagai inisiasi untuk melahirkan diskursus atau wacana tentang peradaban seperti apa yang khendak dibangun ke depan.
"Kemudian bagaimana sumbangan Islam untuk masa depan peradaban itu, serta bagaimana sebetulnya fondasi keagamaan, landasan syariat dari Islam tentang masa depan peradaban itu, serta akidah-akidah yang nanti akan diluncurkan untuk masa depan," kata Gus Yahya di Surabaya, Ahad (5/2).
Gus Yahya melanjutkan, sebenarnya selama ini sudah ada wacana yang cukup besar tentang toleransi, moderasi beragama, dan sebagainya, namun belum serius dilakukan pembahasan. Lewat muktamar tersebut, NU ingin memulai satu perbincangan serius di kalangan ulama ahli fiqih tentang bagaimana sebetulnya wawasan tentang masa depan peradaban itu dikaitkan dengan nilai-nilai syariat yang valid.
"Ini bukan satu agenda kecil. Ini agenda raksasa dan tentu harus melewati pergulatan yang tidak ringan. Tetapi kita harus mulai dan memberanikan diri untuk memulai," ujarnya.
Muktamar Internasional Fiqih Peradaban bakal diselenggarakan di Hotel Shangrila Surabaya pada Senin (6/2). Gus Yahya menyadari, untuk membahas terkait peradaban, tidak akan selesai dalam satu hari. Maka dari itu ia kembali menegaskan, muktamar yang digelar hanya sebagai pemicu.
"Kita tahu masalah peradaban tidak akan selesai didiskusikan hanya sehari saja, tetapi pembicaraan harus dimulai. Mudah-mudahan akan sungguh-sungguh menggulirkan proses keilmuan yang valid di antara para ulama ahli fiqih, tentang bagaimana sudut pandang syariat Islam untuk masa depan peradaban yang lebih baik untuk semua orang," kata Gus Yahya.