REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Islam Nusantara yang menjadi tema Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur tak perlu diperdebatkan. Salah satu tamu Muktamar, A. Azieb dari Pesantren Kaliopak, Yogyakarta menilai, Islam Nusantara bukanlah hal baru di Indonesia. Islam Nusantara sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Azieb mengatakan, Islam Nusantara bukan merupakan sinkretisme agama yang mencampuradukkan berbagai keyakinan. Islam Nusantara, katanya, merupakan ajaran Islam tidak menyingkirkan tradisi yang sudah ada di Nusantara sepanjang jelas-jelas tidak bertentangan dengan syariat Islam.
"Islam Nusantara di Indonesia tidak dalam tataran idelogis. Tapi pada tataran praktik. Kita jalankan tiap hari. Kegiatan pun demikian. Mengaji kitab-kitab nusantara yang ditulis ulama-ulama nusantara," kata Azieb, Selasa (4/8).
Azieb mengatakan, Islam melebur dengan budaya karena pendekatan dakwah di Nusantara ini pendekatan budaya, bukan senjata seperti di Timur Tengah. Di Nusantara, pendekatannya dilandasi oleh pergaulan baik, akhlak mulia, dan budaya.
Azieb mencontohkan wayang sebagai produk Islam Nusantara. Cerita wayang dikarang oleh Sunan Kalijaga untuk berdakwah Islam di Nusantara.
"Emprak salah satunya. Produk budaya Jawa Islam yang tumbuh dan berkembang di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dalam emprak ada musik, ada tarian, gamelannnya. Konteksnya lokal pakai bahasa Pakai Jawa Kuno tapi kontennya Islam, menyebarkan nilai-nilai Islam," kata Azieb.
Azieb menceritakan dulu Gus Dur sudah membahas Islam Nusantara. Gus Dur mendefinisinya sebagai Pribuminisasi Islam. Menurut dia, pemahaman Islam Nusatara adalah Islam yang ramah, sejuk, dan peduli pada kebenaran dan keadilan.
Menurutnya sangat kontekstual dengan kondisi Indonesia saat ini. Terlebih di tengah menyebarnya paham radikal yang menganggap ajaran yang mereka pegang yang paling benar sehingga menganggap pemahaman Islam di luar pandangan mereka salah.
Jika tidak dicegah, pemahaman radikal akan terus berkembang di Indonesia. Salah satu indikasinya, katanya, cukup banyak pemuda Indonesia yang terprovokasi untuk berperang bersama Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Azieb mengatakan, tantangan saat ini bagi NU adalah membangun infrastruktur di daerah untuk melestarikan budaya didaerah masing-masing. Dengan begitu, tambahnya Islam Nusantara tidak hanya riak dalam Muktamar. Namun menjadi visi dalam NU.
"Tidak sekedar batuk, tapi menjadi visi panjang," kata Azieb.