REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fikih Islam yang diterbitkan Sinar Baru Algesindo menyebutkan, shalat sunat muthlaq adalah shalat sunat yang tidak ditentukan waktunya dan tidak ada sebabnya.
Jumlah rakaat shalat sunat muthlaq, kata Sulaiman, tidak ada batas. Berapa saja, dua rakaat atau lebih. Caranya, seperti shalat sunat yang lainnya. Ia lalu mengutip sabda Rasulullah SAW, ''Shalat itu adalah suatu perkara yang terbaik, banyak atau pun sedikit.''
Meski shalat sunat Muthlaq bisa dilakukan kapan saja karena tidak ditentukan waktunya, menurut Sulaiman Rasyid, ada beberapa waktu yang dilarang untuk melakukan shalat sunat Muthlaq.
Pertama, sesudah shalat Subuh sampai terbit matahari. Hal ini, jelas Sulaiman Rasyid, berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang artinya, ''Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda telah melarang salat sesudah shalat Subuh hingga terbit matahari.
Kedua, sesudah shalat Asar sampai terbenam matahari. Sulaiman Rasyid mengutip sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari yang artinya, ''Dari Abu Hurairah, ''Rasulullah SAW telah melarang shalat sesudah shalat Asar.''
Ketiga, Tatkala istiwa (tengah hari) selain hari Jumat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Daud yang artinya, ''Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAw telah melarang shalat pada waktu tengah hari tepat, sampai tergelincir matahari kecuali hari Jumat.''
Keempat, tatkala matahari terbit matahari setinggi tombak (pukul 08.00-09.00). Dan kelima, tatkala matahari hampir terbenam sampai terbenamnya.
Hal ini, berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Muslim yang artinya, ''Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah SAw melarang shalat pada tiga saat: Tatkala terbit matahari sampai tinggi. Kedua, tatkala hampir zuhur sampai tergelincir matahari serta ketiga, tatkala hampir terbenam.''