REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Peneliti Islam Indonesia dari Universitas Utrecht Belanda, Prof Martin van Bruinessen memiliki pandangan mengenai sosok yang cocok memimpin Nahdlathul Ulama (NU) ke depan. Menurut Martin, kepemimpinan NU yang memiliki dua struktur, tanfidziah (pelaksana) dan syuriah (pembina/pengawas), mensyaratkan dua karakter pucuk pimpinan yang berbeda.
Ketua tanfidziah, menurut Martin, perlu diisi oleh orang yang dapat membawakan peran sebagai perantara, yakni menjadi penyambung NU dengan instansi lain. Instansi tersebut, kata Martin, mulai dari negara, perwakilan agama lain, ormas lain, perusahaan, dan lain sebagainya.
“Dia harus lincah berbicara di tengah masyarakat modern. Ia harus bisa bergerak di dunia modern,” ujar Martin, berbicara seusai mengisi seminar bertema NU di Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang, Sabtu (1/8).
Sementara posisi rais aam syuriah, Martin melanjutkan, harus merupakan sosok yang kharismatik. Itu karena, posisi rais aam syuriah merupakan banteng moral dan sumber rujukan hukum bagi organisasi. Meski begitu, Martin berpendapat, sosok kharismatik belum tentu ditemukan di tengah NU saat ini.
“Tapi sekurang-kurangnya, ia harus alim dan tidak diragukan dan diakui kelimuan dan ke-NU-annya oleh warga NU,” tutur Martin.