REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan Ahlul Halli Wal Aqdi dalam komponen kepengurusan Nahdlatul Ulama (NU) semakin tak bisa dilepaskan dalam kehidupan beragama umat Muslim Indonesia. Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang diisi para Rais ‘Aam dari kalangan jamiyyah NU berpengaruh ini dijabarkan memiliki ruh dari fungsi berdirinya NU.
Wasekjen Pengurus Besar NU (PBNU) Sulton Fatoni menjelaskan, keberadaan Ahlul Halli Wal Aqdi menjadi cerminan dari gagasan lahirnya NU di nusantara. Gagasan tersebut ialah memberikan rasa perlindungan kepada masyarakat dalam menjalani aktifitas kegamaan, dalam hal ini perspektif keislaman.
Atas gagasan ini, melalui Ahlul Halli Wal Aqdi, NU senantiasa mampu memberikan rasa keadilan pada aktivitas masyarakat Muslim Indonesia. Ketika rasa keadilan dalam beribah itu tidak terjamin, maka di situlah NU akan hadir.
Sulton berpandangan, atas semua tonggak awal berdirinya NU inilah, maka otoritas dari kumpulan para ulama menjadi sangat mutlak. Oleh karena itu, dalam konteks perspektif keislaman, hanya alim ulama yang memahami kebenaran. Dalam hal ini, mereka merujuk pada Alquran dan hadis Rasul.
“Maka dari itu hadirnya Ahlul Halli Wal Aqdi sangat penting untuk menjadi badan dalam NU yang bisa menentukan sebuah kebenaran atas kajian Alquran dan hadis,” ujar Sulton saat dihubungi ROL, Jumat (31/7).
Dengan demikian, kata Sulton, keberadaan Ahlul Halli Wal Aqdi akan sangat menguntungkan Muslim Indonesia dalam melaksanakan kegiatan beragama. Pasalnya, para pemangku gelar Rais ‘Aam selalu total menjalankan fungsinya untuk menetapkan kebenaran dalam kehidupan beragama.
“Kiai-kiai Rais ‘Aam memiliki kewajiban ilahiah untuk merumuskan semua pemecahan masalah tentang syariat, kehadirannya sampai saat ini memang sangat diperlukan,” kata Sulton.