REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur awal Agustus nanti akan memilih Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar NU (PBNU) yang baru. Tak hanya sosok Ketum PBNU, sebuah bagian dari NU yakni Ahlul Halli Wal Aqdi dalam waktu dekat ini juga akan mengangkat pimpinan baru.
Jajaran ulama yang menduduki posisi Ahlul Halli Wal Aqdi dalam tubuh NU ini akan menjadi petinggi PBNU yang juga memiliki kewenangan besar. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Sulton Fatoni, mereka yang duduk di Ahlul Halli Wal Aqdi bahkan memiliki kewenangan yang tak bisa dijangkau Ketum PBNU.
“Ulama-ulama di Ahlul Halli Wal Aqdi merumuskan langkah-langkah NU ke depan dan memutuskan hukum-hukum keislaman di dalam masyarakat khususnya NU. Kalau Ketum PBNU itu pelaksana teknisnya, jadi tidak punya otoritas untuk menjangkaunya,” kata Sulton melalui sambungan telepon kepada Republika Jumat (31/7).
Sulton mengatakan, proses ulama-ulama ahli fiqih untuk mengisi posisi di Ahlul Halli Wal Aqdi ini bukan bermaksud untuk menandingi jalannya pemilihan Ketum PBNU dalam muktamar. Dia mengatakan, Ahlul Halli Wal Aqdi merupakan institusi khusus yang berfungsi sebagai badan legislatif yang ditaati.
Keberadaan mereka merupakan cerminan ulama-ulama berilmu tinggi dan terjaga akhlaknya sehingga dipercaya untuk menentukan hukum-hukum mana yang harus dijalani masyarakat Muslim. Contohnya, soal hukum halal atau haram dari suntik vaksin meningitis yang beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan.
Dalam koridor pemutusan ini, kata Sulton, Ketum PBNU tak memiliki wewenang untuk menetukan apakah vaksin tersebut halal atau tidak. Hanya para ulama di Ahlul Halli Wal Aqdi yang disebut Rais 'Aam inilah yang bisa menentukannya.
“Semua keputusan hukum NU ada di Ahlul Halli Wal Aqdi bukan di Ketum PBNU, jadi pengangkatan Rais 'Aam dalam waktu dekat ini juga tak kalah penting dari pemilihin Ketum PBNU,” ujarnya.
Sulton menambahkan, sejauh ini kandidat pengisi kursi-kursi di Ahlul Halli Wal Aqdi mencapai 39 lebih ulama. Mereka, kata dia, adalah ulama-ulama berpengaruh dalam jamiyyah NU.