REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat Martin, salah seorang petugas jaga di masjid, mengizinkan masuk ke dalam area masjid, kesempatan ini tentu tak bisa disia-siakan. Tapi dengan cekatan, Martin langsung mengingatkan agar tak boleh ada gambar yang diambil dari dalam masjid yang ternyata belum rampung pembangunannya ini, kecuali bagian luarnya saja.
Di halaman masjid yang berdiri di lahan seluas sekira 500 meter persegi ini, bahan-bahan bangunan dan sisa-sisa bongkaran masih berserakan. Papan-papan, semen, marmer hingga sampah bangunan tampak masih bergelatakan meski tak terlalu semrawut. Terlebih, ada beberapa tanaman yang tampak sudah tumbuh sehingga menjadi penyegar mata saat memandang.
“Memang masjid ini belum selesai, dibangunnya sejak tahun 2011, kabar yang kita dengar Januari baru selesai dan rencananya akan langsung diresmikan,” ujar Satpam lainnya, Yudi.
Meski belum rampung, namun keindahan dari masjid ini sudah bisa dinikmati. Bangunan masjid Ramlie Musofa memadukan gaya bangunan khas tiong kok dengan masjid kebanyakan. Beberapa bagian dari bangunannya sangat jelas dipenuhi unsur tiong hoa. Mulai dari dinding, tangga masuk, hingga ornamen di dalamnya.
Di bagian benteng masjid, terpampang potongan ayat dari salah satu surah di dalam kitab suci Al-quran. Uniknya, selain tulisan berbahasa arab dan terjemahannya dengan bahasa Indonesia, aksara Cina juga ikut terpajang. Demikian juga ketika kaki melangkah ke area tempat wudhu pria di bagian depan masjid, yang terletak tak jauh dari tangga menuju pintu masuk rumah Allah ini.
Dinding-dinding di tempat ini dihiasi dengan gambar langkah-langkah berwudhu yang benar. Selain bahasa Indonesia, penjelasan cara berwudhu juga dilengkapi dengan aksara Cina.
“Pak haji memang ingin merangkul semua kalangan, termasuk mualaf Tionghoa yang baru menjadi Muslim, jadi bisa berwudhu dengan benar dengan penjelasan ini,” kata satpam yang telah bertugas sejak masjid ini mulai dibangun empat tahun silam.
Ada dua cara untuk masuk ke bagian dalam masjid. Pertama melalui tempat wudhu menyusuri pintu samping. Kedua, menaiki puluhan anak tangga menuju pintu utama masjid dengan terlebih dulu keluar dari tempat wudhu.
Dengan cara pertama, ruangan yang akan dimasuki bukan langsung tempat Shalat. Melainkan, sebuah ruangan yang tersekat-sekat oleh tembok berpintu, Menurut Yudi, nantinya ruangan ini akan difungsikan sebagai sekretariat masjid. Di sisi kiri dan kanan masjid ini, terdapat elevator yang menghubungkan semua lantai di masjid tersebut.
Masuk ke masjid dengan cara kedua, maka mata akan kembali menangkap karya lintas budaya ketika kaki melangkah di setiap anak tangganya. Di dinding sebelah kiri pembatas tangga menuju pintu masuk masjid, terdapat hiasan kaligrafi surat Al-Fatihah yang ditulis dalam bahasa arab. Terjemahannya, sama seperti yang ada di bagian benteng masjid, selain bahasa Indonesia, aksara Cina juga ikut dituliskan.
Masuk ke dalam ruang ibadah utama, lantai masjidnya menggunakan marmer abu. Terlihat agak kusam karena proses pembangunan yang belum rampung. Meski barang-barang bahan bangunan terlihat di sana-sini, megahnya masjid kaya jendela ini sudah bisa dirasakan.
Ruangan mimbar dihiasi kaca dengan kaligrafi emas terukir di setiap bagiannya. Dari lantai tersebut, bagian dalam kubah berdiameter 10 meter itu juga dihiasi dengan kaligrafi Arab berwarna coklat dan emas.
“Di lantai tiga juga sama seperti ini lantai ini, untuk Shalat, di lantai empat, itu terbuka. Tapi akan jadi ruangan untuk istirahat pak haji. Beliau memang berencana ingin banyak menghabiskan waktu sehari-harinya di masjid,” kata Yudi.