REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hidayah Allah datang di waktu dan tempat yang tak pernah diduga, dengan cara yang tidak disangka-sangka pula. Hal tersebut dialami Mualaf Amerika bernama Talib Abdul Ahad.
Siapa sangka, setelah melewati fase kegelisahan dan pencarian, ia akhirnya meneguhkan hati memeluk Islam. Itu terjadi pasca membaca secarik artikel di majalah National Geographic pada 1979. Seperti dilansir, onislam.net, Rabu (29/7), Talib mengisahkan tentang bagaimana hidayah itu datang. “Artikel membahas tentang kisah haji seorang Muslim Amerika,” kata dia.
Ia yang sebelumnya menyangka bahwa Muslim adalah Arab pun mengkaji ulang pandangannya. Talib pun kemudian tergerak untuk membaca sejumlah kisah sejarah kehidupan Nabi Muhammad dalam artikel. Pembacaan terus berlanjut dengan melakukan studi panjang tentang Alquran dan Sunnah.
Talib sejenak mengenang, sejak kecil ia dibesarkan dalam lingkungan dan ajaran Kristen yang kental. Orangtuanya rajin beribadah ke gereja. Ia pun sudah mulai diperkenalkan tentang Tuhan Yesus dan Alkitab sejak kecil.
Namun dalam perjalanannya, ia kerap merasa dihadapkan pada sejumlah keganjilan dalam kisah-kisah Alkitab. “Tapi jawaban atas banyak dari pertanyaan yang membingungkan itu malah menimbulkan lebih banyak lagi kebingungan,” kata dia. Ketika berusia 12, ia terus bertanya dan melakukan upaya serius yakni mengkaji Perjanjian Baru.
“Tapi saya justru melihat banyak hal kontradiktif dalam teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,” ujarnya. Di sisi lain, lingkungan sekitar terus mendorongnya agar terus mendekatkan diri pada Yesus Kristus.
Di hari pembaptisan, ia merasa telah membohongi diri sendiri. Ketik itu pendeta bertanya apdanya apakah ia baik-baik saja. Dan Talib berkata “Ya”, padahal ia merasa tidak baik-baik saja sama sekali.
Pencarian talib terus berlanjut hingga menginjak usia 13. Di mana, ia kerap bersikap vocal mengkritisi ajaran Kristen dan menyinggung orang-orang Kristen untuk tidak mengikuti jalan Yesus. Ia juga membaca berbagai literatur yang bertentangan dengan agama Kristen, bahkan kebanyakan mengarah pada ajaran atheis.
Dari serangkaian pencarian yang panjang, ia pun mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan. Ia bahkan sempat berpikir apakah akan menjadi seorang yang tak bertuhan (atheis) selamanya.
Di sisi lain, ia berpandangan bahwa Muslim adalah Arab—sebagaimana diajarkan di sekolahnya. Satu hal lagi, Muslim adalah teroris dan bertindak sewenang-wenang terhadap kalangan wanita. Begitulah anggapannya kala itu.
Prasangkanya terhadap Islam justru menyulut rasa penasarannya untuk mengenal islam lebih dekat. Ia mulai mempelajari Alquran, hadis otentik, mendengarkan khutbah, dan membaca kuliah serta artikel tentang Islam. “Saya menjadi sangat tertarik pada kesederhanaan, kejelasan, dan keindahan pesan Islam,” tuturnya.
Setelah mempelajari kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW, ia pun menjadi semakin mantap untuk memeluk Islam dan menyatakan dua kalimat syahadat. Ia merasa, banyak mempelajari islam membuat keimanannya terus-menerus Tumbuh kepada Allah Taala. Ia juga senantiasa bertobat agar tak mengulangi kesalahannya di masa lampau.