Senin 27 Jul 2015 20:16 WIB

Kisah Editor Charlie Hebdo yang Pura-Pura Mati

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko
Salah satu tampilan muka majalah Charlie Hebdo.
Foto: Thewrap
Salah satu tampilan muka majalah Charlie Hebdo.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Editor Charlie Hebdo yang telah 'bertobat', Laurent Sourisseau mengisahkan saat-saat terjadinya insiden penembakan di kantornya di Paris. Sourisseau beberapa waktu lalu menyatakan, memutuskan untuk berhenti menggambar karikatur Nabi Muhammad SAW.

Enam bulan pascapenyerangan terhadap majalah satir Prancis itu, Sourisseau mengisahkan insiden 7 Januari yang menggemparkan dunia. "Pria itu berdiri lima kaki jauhnya dari saya, ia menembaki ruangan. Semuanya terjadi begitu senyap. Yang bisa didengar hanya tembakan. Tidak ada tangisan. Lalu ia melihat saya, dan menembak bahu kanan," kata dia.

Sourisseau kemudian terjatuh dan pura-pura mati. Saat itu, ia sama sekali tidak mendengar satu suara pun. Tidak ada keluhan atau jeritan. "Lalu saya mengerti bahwa sebagian besar telah tewas," kata dia dalam wawancara dengan majalah Stern.

Serangan saat itu menewaskan 12 orang, termasuk editor Stephane Charbonnier. Penggantinya, Star Charbonnier juga kabarnya tidak akan lagi menggambar Nabi Muhammad. "Kami menggambar Muhammad untuk membela prinsip bahwa siapa pun bisa menggambar apa yang diinginkannya. Ini memang aneh," kata Sourisseau.

Menurutnya, Charlie Hebdo telah berhasil membela hak untuk membuat karikatur. Sehingga saatnya yang lain melakukan hal tersebut. Dalam kesempatan tersebut, kartunis dengan nama kecil Riss itu pun menegaskan bahwa Charlie Hebdo tidak identik dengan kritik terhadap Islam.

"Kesalahan yang membuat Anda menyalahkan Islam juga bisa ditemukan dalam agama lain," katanya, dikutip Washington Post.

Riss bukan satu-satunya kartunis yang 'bertobat'. Kartunis yang menggambar Nabi Muhammad Renald Luzier 'Luz' juga sebelumnya mengatakan bahwa ia tidak tertarik lagi menggambar Nabi. "Saya capek, seperti saya capek menggambar (mantan presiden Nicolas) Sarkozy. Saya tidak akan menghabiskan waktu sepanjang hidup menggambar mereka," kata Luz.

Ia juga mengatakan, telah mundur dari Charlie Hebdo. Menurutnya, bekerja tanpa teman seperjuangan dan kolega sangat menyiksa. Teman-temannya merupakan korban tewas dalam insiden.

Anggota Charlie Hebdo yang selamat dari penembakan sangat dilindungi oleh polisi. Mereka mengatakan pada media, ada tekanan mental selama memproduksi publikasi yang isinya kelanjutan tragedi. Bahkan para staf mulai mempertanyakan nilai moral dari majalah yang menaungi mereka itu. Mereka juga tidak siap dengan sengketa keuangan, jutaan dolar donasi mengalir untuk Charlie Hebdo saat itu.

Sourisseau yang memiliki 40 persen saham perusahaan telah mendapat kritik dan dituduh mendapat porsi yang signifikan dari keuntungan. "Yang paling penting adalah, ada keinginan untuk tetap mendapat majalah ini setiap minggu, ini harus dilanjutkan," kata Sourisseau pada Guardian, Mei lalu.

Menurutnya, fakta bahwa semua orang di dunia melihat dan mendorong Charlie Hebdo tetap berdiri. "Itu membantu kami untuk merasa tidak takut," tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement