REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu dampak pergaulan bebas menjadikan generasi muda jatuh pada perzinahan. Mereka yang telah berzina, apalagi sudah masuk pada kategori melacurkan diri sering diklaim tidak punya masa depan menikah dengan orang beriman.
Ibarat gelas yang retak atau pecah, Ia tak akan kembali ke bentuk semula. Wanita yang telah berzina ibarat gelas yang retak tersebut. Ada anggapan mereka tak lagi diterima untuk disandingkan dengan laki-laki beriman dalam wadah pernikahan.
Pendapat ini berdalil dengan firman Allah SWT, "Laki-laki pezina tidak akan menikah kecuali dengan seorang wanita pezina. Dan wanita pezina tidak akan menikah kecuali dengan lelaki penzina. Dan mereka diharamkan bagi orang-orang beriman." (QS An-Nuur [24]: 3). Bisakah dalil ini dipakai untuk mengharamkan menikah dengan wanita yang telah berzina?
Permasalahan ini menuai pendapat beragam dari para ulama. Pendapat terkuat dikemukakan oleh jumhur (mayoritas) ulama yang membolehkan menikahi wanita tersebut dengan beberapa persyaratan.
Persyaratannya, diharuskan bagi wanita yang telah berzina untuk menunggu masa istibro' (membersihkan rahim) sebelum digaluli oleh suaminya.
Pendapat ini dikemukakan Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Ia mengharuskan suami-istri menunggu masa istibro' atau masa iddah selama tiga kali haid.
Asy-Syaibani mengatakan, paling tidak sampai jelas apakah si wanita meyakini ada janin di dalam rahimnya atau tidak. Pendapat ini juga didukung oleh Zufar (ulama Hanafiyah) yang tegas mengatakan, akad nikahnya tidak sah sampai si wanita melewati tiga kali masa haid.
Pendapat ini juga dipegang Mazhab Hanabilah yang tidak memperbolehkan menikahi wanita yang pernah berzina kecuali sudah benar-benar diketahui tidak adanya janin dalam rahimnya.
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni menuliskan, apabila seorang wanita berzina, maka bagi siapa yang mengetahui perbuatannya itu, tidak diperbolehkan untuk menikahinya.
Jika tetap ingin menikahinya, Ibnu Qudamah memberikan dua syarat untuk pembolehannya. Pertama, harus benar-benar bertaubat nashuha. Kedua, harus selesai masa iddah-nya, yakni tiga kali suci. Namun jika ternyata wanita tersebut hamil, maka iddahnya sampai wanita tersebut melahirkan.
Ibnu Taimiyah menegaskan, haram hukumnya bagi wanita pezina untuk dinikahi sampai ia benar-benar bertaubat. Keharaman ini berlaku bagi laki-laki yang menzinainya, maupun bagi laki-laki lain.