REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan orang duduk mengelilingi meja-meja bundar di ruang pertemuan Puri Agung Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Malam itu telah memasuki hari ke-19 Ramadhan 1436 Hijriah atau bertepatan dengan 5 Juli 2015 Masehi.
Malam itu bukan malam biasa bagi para warga dan elit Muhammadiyah. Malam itu, jelang 29 hari menuju pembukaan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, Muhammadiyah memanggil kembali para intelektualnya.
Majelis malam itu bertajuk "Silaturahim Intelektual Muhammadiyah Sarasehan Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan." Sejumlah tokoh intelektual bangsa diundang hadir untuk memberikan sumbangsih pemikiran terutama untuk menyukseskan gelaran muktamar nanti.
"Silaturahim sesuai dengan maknanya diharapkan dapat mewujudkan ikatan kasih sayang di antara para intelektual Muhammadiyah baik di ibu kota maupun di daerah," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin.
Muhammadiyah, ujar Din, memiliki lingkaran pendukung yang sangat luas. Din menyebut, terdapat istilah Muhammadiyah Struktural untuk warga yang memang masuk dalam kepengurusan organisasi serta Muhammadiyah Kultural untuk warga yang berasal dari keturunan keluarga Muhammadiyah, maupun alumni sekolah atau aktivis Muhammadiyah.
Islam berkemajuan sebagai tema penting Muktamar, kata Din, bukan sebuah hal yang asing. Ia menjelaskan, visi keislaman Muhammadiyah adalah Islam berkemajuan. "Ini bukan konsep baru tapi konsep sejak lahirnya Muhammadiyah," katanya.
Islam berkemajuan, terang Din, bersifat lintas ruang dan waktu. Islam berkemajuan, kata Din, berhubungan pula dengan Islam wasathiyah atau moderat. Din mengaku, perjuangan Muhammadiyah melalui pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi berawal dari pemikiran religius.
Din mengaku menyadari kaum intelektual memiliki peran strategis dalam kemajuan. Mereka adalah orang yang mampu membaca tanda zaman, melihat realitas masyarakat dan bisa memberi solusi.
Dengan mengumpulkan tokoh-tokoh berlatar belakang Muhammadiyah, Din berharap organisasi berlogo sinar matahari itu bisa menghadapi tantangan zaman dengan mengutamakan jaringan di seluruh lini. "Muhammdiyah ingin memanggil pulang para kaum intelektual atau paling tidak idenya," kata Din.
Sejumlah tokoh intelektual yang hadir dipersilakan duduk di atas panggung menghadap ke hadirin. Beberapa tokoh tersebut adalah Ketua MPR Zulkifli Hasan, Kapolri Jendral Badrodin Haiti.
Juga hadir, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, Peneliti LIPI Dewi Fortuna Anwar, dan Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat.
Mereka pun berbagi kisah terkait latar belakang Muhammadiyah mereka dan masukan untuk kemajuan organisasi ke depan. Kapolri Badrodin Haiti mengaku memiliki latar belakang Muhammadiyah dari keluarganya.
Ia pernah bersekolah institusi pendidikan Muhammadiyah. Berasal dari Jember dengan latar belakang masyarakat mayoritas Nahdliyyin, ia mengaku hal yang paling berkesan dari Muhammadiyah adalah kontribusi di bidang pendidikan.
Badrodin lantas mengajak warga Muhammadiyah untuk melawan paham radikal dan terorisme. Ia yakin ajaran Muhammadiyah dapat mematahkan dalil-dalil gerakan radikal. "Saya mohon dibantu dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat," katanya.
Komaruddin Hidayat berpesan agar Muhammadiyah bisa berkontribusi lebih besar di bidang pendidikan. Caranya, kata Komaruddin, adalah dengan membangun sekolah atau universitas yang bertaraf dunia. "Saya akui Muhammadiyah sudah jago mengisi kebutuhan sektor pendidikan. Saya ingin Muhammadiyah bangun kampus world class," ujarnya.