REPUBLIKA.CO.ID, BIJING -- Kementerian Luar Negeri Cina mengaku negaranya tidak memiliki 'masalah etnis' seperti di Barat. Cina mengklaim Muslim minoritas Uighur menikmati kebebasan beragama.
Pernyataan tersebut keluar menyusul protes anti-Cina di Turki atas perakuan kelompok Beijing. Hubungan antara Cina dan Turki telah memburuk karena kebijakan Beijing terhadap orang-orang Uighur. Kelompok minoritas tersebut tinggal di wilayah barat Xinjiang.
Banyak orang Turki melihat adanya ikatan agama dan busaya dengan Uighur yang dilaporkan dialarang beribadah dan puasa selama bulan suci Ramadhan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mengatakan, Uighur tinggal dan bekerja dalam damai dan menikmati kebebasan beragama di bawah aturan dalam konstitusi. "Jadi yang disebut 'masalah etnis Xinjiang' seperti yang Anda sebutkan dan telah dibesarkan di beberapa laporan sama sekali tidak ada," katanya.
Sebelumya, ratusan pengunjuk rasa berbaris di Konsulat Cina di Istanbul pada Ahad (5/7). Mereka meneriakkan slogan-slogan anti-Cina di luar gedung.
Turki berjanji pekan lalu untuk tetap membiarkan pintu terbuka bagi migran Uighur yang melarikan diri dari penganiayaan di Cina. Turki juga kesal pada Cina dan mengungkapkan keprihatinan atas pembatasan beribadah Uighur selama Ramadhan.
Ratusan orang telah tewas selama tiga tahun terakhir dalam serangkaian serangan di Xinjiang. Beijing menyalahkan militan Islam yang melakukan serangan tersebut untuk membentuk sebuah negara merdeka yang disebut Turkestan Timur.