REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) prihatin upaya penyatuan kalender Hijriah di Indonesia ini masih cukup panjang. Lebih dari setengah abad perbedaan ini terjadi di Indonesia.
"Para pemimpin Islam dituntut untuk mendapatkan titik temu ini," ujar Ketua Lajnah Falakiyah PBNU A Ghazalie Masroeri dalam konferensi press di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (2/7).
Demi untuk mewujudkan adanya titik temu yang diharapkan, Masroeri membuat beberapa kriteria yang perlu dipenuhi. Pertama, harus berdasarkan Alquran dan As Sunnah. "Tentu seluruh ormas islam memiliki kesamaan yang digunakan ini," ujar Masroeri.
Kedua, adanya kesepahaman tentang sumber ilmu hisab. Hisab ini memiliki sifat prediksi, maka perlu dilakukan rukyatul hilal terlebih dahulu sebelum tanggal satu syawal ditetapkan. "Karena prediktif, maka ini perlu diuji melalui rukyah," ujar Masroeri.
Kesamaan pandangan pergantian awal bulan qomariyah ditandai munculnya hilal yang harus dikaji dengan Alquran, sunnah, dan sains.
Lalu, ulama dan umat Islam harus memahami kata rukyat secara benar dan adanya kesepakatan imkanur rukyat. "Ini bisa disepakati, bila bisa duduk bersama," ujar Masroeri.
Masroeri menilai, duduk bersama dimulai dari pertemuan para ahli agama terlebih dahulu. Setelah kajian mendalam dan mendasar telah disepakati. Baru kemudian mengadakan pertemuan dengan para ilmuwan.
"Jadi, ini memerlukan, beberapa kali pertemuan. Ini juga akan berjalan lancar jika semuanya saling terbuka," kata Masroeri.