REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ajaran pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy’ari dirasa cocok untuk mengatasi tata kelola pangan.
“Kalau ada investor asing yang mau berinvestasi di Tanah Air soal pangan, pasti ramai. Karena soal pangan ini selalu seksi. Sayangnya, kita tak bisa mengawalnya dengan baik. Katanya swasembada (pangan), kok masih impor,” tegas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bidang perekonomian Prof KH Maksum Mahfudz saat dalam Seminar Nasional Pra Muktamar NU, Rabu (1/7).
Menurut Maksum, pemerintah harus menekan kelangkaan pupuk yang selama ini menjadi persoalan petani. “Bagaimana bisa meningkatkan pangan jika pupuk nggak ada,” cetusnya.
Sejak zaman dahulu, tambahnya, Hadratusy Syaikh KH M Hasyim Asy’ari memperhatikan persoalan pangan dengan cara membangun syirkah mu’awwanah, Nahdlatut Tujjar, dan sebagainya.
“Mbah Hasyim selalu mengingatkan bahwa manusia itu bersekutu dalam tiga hal air, pangan, dan energi,” ungkapnya.
Maka, ia tidak rela rakyat Indonesia, khsusnya warga NU menerima beras miskin (raskin) yang tidak layak dikonsumsi. “Ada nggak tetangga kita yang terima raskin, nggak ada. Justru yang diterima itu rasnguk (beras penguk) dan berkutu. Itu yang mereka terima,” tegasnya.
Karena raskin tidak dimakan, lanjutnya, dampaknya beras naik. Akhirnya terjadi inflasi. “Dan ini dampaknya luar biasa. Kita tahu, kontribusi beras dalam pangan 20 persen. Janganlah petani diinjak-injak terus,” tegasnya.
Ia berharap, pemerintah merombak tata kelola pangan. Ia mengutip kaidah fikih, tasharruf al-imam ala al’-raiyyah manuthun bi al-mashlahah (kebijakan pemerintah atas rakyatnya didasarkan pada aspek
kemaslahatan).
“Pemerintah saya harap melakukan perombakan atas tata kelola pangan,” ujarnya.