REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Perjalanan Karen Bujairami memeluk Islam dimulai 13 tahun yang lalu. Saat itu awal tahun 2002, ia tengah mempersiapkan diri untuk masuk kuliah akuntansi.
Pertama kali memasuki kuliah, sekitar 15 menit ia melihat Fatima, seorang gadis Muslim Lebanon yang berjilbab.
Di kelas berikutnya, ia kembali melihat Fatima, dan untuk beberapa alasan, Karen merasa terpikat. Ia pun bertanya apakah dia bisa duduk di sampingnya. Itulah awal persahabatan mereka.
Sepanjang tahun, meski Karen beragama Kristen, ia tertarik untuk mengenal agama Fatima. Gadis itu selalu berbicara dengan penuh kebanggaan tentang Islam, sesuatu yang Karen tidak lagi punya. Mereka pun kadang-kadang melakukan perdebatan agama, yang biasanya akan berakhir dengan kemarahan Karen lantaran ia tidak bisa menjawab atau membantah dengan argumen yang tepat.
Ia menaruh hormat pada Fatima. Ia ingat bagaimana Fatima wuhdu dan shalat lima kali sehari, mengenakan jilbab meski di tengah musim panas, dan berpuasa saat Ramadhan. Pada saat itu, Karen bahkan sempat berjuang untuk membuat Fatima ke gereja.
Meskipun dia Kristen dan Fatima Islam, Karen merasa mereka sangat mirip satu sama lain. Mereka sama-sama tidak suka bermain mata dengan laki-laki. Itu membuat mereka lebih akrab.
Suatu kali, mereka berdua tengah berjalan melewati area kampus tempat keduanya biasa duduk untuk makan siang. Itu hanya peristiwa biasa, tapi saat itu Karen merasa dejavu. Peristiwa itu mengingatkan Karen akan mimpinya beberapa saat sebelum masuk perguruan tinggi. Sama persis.
Karen benar-benar berhenti dan membeku. Ia berkata pada Fatima, “Oh Tuhan. Oh Tuhan. Saya telah bermimpi tentang hal ini sebelumnya.Sejak hari itu, untuk beberapa alasan yang tidak ia ketahui, Karen telah menjadi lebih tertarik pada Islam. Di sisi lain, ia semakin kehilangan kepercayaan terhadap imannya selama ini.
Puncaknya, Fatima memutuskan untuk memberi Karen sebuah DVD debat Sheikh Ahmed Deedat dengan tokoh Kristen. Ini adalah titik balik bagi gadis Kristen itu. Sejak hari itu, ia menyadari bahwa agamanya tidak benar.
Maksudnya, kata Karen, pendeta itu saja tidak bisa menjawab pertanyaan tentang Kekristenan, jadi bagaimana mungkin dia bisa memahaminya. Karen panik. Itu tidak berlebih-lebihan, tapi dia benar-benar pulang sambil menangis.
Saat itu ia tinggal dengan mantan pasangannya yang juga seorang Kristen taat. Dia mencoba menenangkan Karen dan mengatakan Fatima telah mencuci otaknya. Keesokan harinya, Karen mengatakan pada Fatima tidak ingin berbicara tentang agama lagi.
Tanggapan Fatima sangat sederhana. Ia hanya mengatakan bahwa menyampaikan ajaran Islam adalah tugasnya, terserah Karen akan menerima atau tidak. Yang terpenting, ia sudah berusaha menyampaikan.
Tahun demi tahun berlalu dan mereka tetap bersahabat. Ia masih menghabiskan banyak waktu dengan keluarga Fatima. Melalui perilaku mereka, Karen belajar dan menghargai Islam lebih banyak. Tidak ada alkohol ataupun makanan haram, sesuatu yang membuatnya nyaman.
Meski begitu, selama delapan tahun itu Karen melalui beberapa fase pemikiran. Ia sempat mengabaikan, bahkan menutup diri, dari segala sesuatu yang berhubungan dengan agama.
Pada giliran selanjutnya, ia mulai melakukan pemberontakan. Tahun 2008 adalah salah satu tahun terburuk Karen. Ia mengalami banyak masalah. Ia telah berpisah dengan pasangannya, karirnya memburuk, kehilangan banyak teman, dan mengalami hubungan buruk dengan keluarga. Ia bahkan menyembunyikan diri dari Fatima.
Sampai akhirnya, Karen menemukan titik balik akhir. Ia bertemu dengan beberapa Muslim lain yang terang-terangan melarang saat Karen kembali kepada kebiasaan buruknya. Meski tampak cukup keras, mereka berhasil membawa Karen keluar dari kekacauan.
Karen mengaku sudah tahu ia akan menjadi Muslim sejak menonton DVD itu. Ia hanya butuh dorongan terakhir untuk melangkah ke jalan yang benar. Gadis itu akhirnya mengucapkan syahadat pada tanggal 1 Januari 2009, dengan Fatima di sisinya.