REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA -- Aysha berasal dari wilayah utara Hungaria. Aysha pertama kali mendengar tentang Islam dalam pelajaran Sejarah di sekolah menengah. Kita tahu, Hungaria pernah berada di bawah pendudukan Turki selama 150 tahun.
Setelah itu, Aysha belajar biologi molekuler di universitas, tempat dia bertemu banyak mahasiswa asing yang beragama Islam. Aysha adalah seorang Katolik yang taat, tapi dia selalu punya keraguan dan ketidaksetujuan dengan beberapa bagian dari agamanya. Misalnya, konsep trinitas dan ajaran bahwa Allah dapat memiliki anak.
Suatu kali, saat mereka sedang makan malam, adzan terdengar. Salah satu teman meminta Aysha untuk menghentikan, tapi dia menolak. Ia malah merasa sangat terkesan dengan lantunan suara adzan itu.
Pada musim panas, ia unduh program aplikasi Alquran, tanpa ia sadari apa alasannya. Ia mendengarkan ayat-ayat itu dalam bahasa Arab, kemudian membaca artinya dalam bahasa Inggris. Sejak itu, Aysha mulai banyak berpikir tentang Islam. Ia juga membaca buku-buku keislaman.
Setelah dua bulan berpikir, perempuan itu akhirnya masuk Islam. Itu terjadi kira-kira satu setengah tahun yang lalu. Ramadhan dimulai dan ia memutuskan untuk menjalani hidup baru. Sebuah pilihan yang berlawanan dengan budaya dan keluarganya, terutama dengan ibu Aysha.
Ia belajar sendiri bagaimana cara shalat lewat internet. Aysha sebenarnya merasa agak kesulitan karena tidak ada Muslim yang dekat di sekitarnya. Ia tidak bisa minta bantuan siapapun. Tidak ada yang bisa menunjukkan cara sholat, wudhu, doa apa yang harus diucapkan, adab-adab Islam, persoalan fiqih, dan sebagainya.
Ketika dia mempunyai teman Muslim, teman itu malah membuatnya ragu. Dia bilang, kau tidak akan pernah memahami Islam karena kamu tidak dilahirkan sebagai seorang Muslim. Ia masih sangat baru ketika itu.
Aysha merasa takut, bagaimana kalau dia tidak akan pernah bisa berdoa dalam bahasa Arab, tidak punya jilbab penutup kepala, tidak punya sajadah untuk sholat, dan sebagainya. Ia memiliki banyak ketakutan.
Tapi, kemudian ia mulai berpikir positif. Ia menuliskan bacaan shalat di kertas, memegang kertas itu dengan tangan kanannya, kemudian shalat sambil membaca kertas itu. Ia membaca kertas itu keras-keras, sujud, membaca lagi, dan seterusnya. Ia yakin itu tampak lucu. Sampai akhirnya, ia berhasil menghafalkan dalam bahasa Arab.
Lewat Facebook, ia mendapat banyak teman dan saudara baru. Seorang pria Muslim memberinya jilbab, sajadah, dan buku-buku Islam. Ia juga mendapat kiriman Alquran berbahasa Arab dari Yordan. Kini, sudah lebih dari setahun Aysha mengenakan jilbab.
Perjuangan Aysha untuk menjadi seorang Muslim tidak mudah. Ia melalui periode yang sangat buruk dengan ibunya. Beliau mengatakan Aysha akan menjadi teroris dan meninggalkannya. Dia akan meletakkan semua yang mengandung babi di kulkas agar Aysha tidak bisa memakannya.
Ibunya juga tidak tahan melihat Aysha sholat dan berjilbab. Jadi, dia shalat di lantai atas kamarnya. Dia sembunyi-sembunyi ketika mengenakan jilbab, sampai ibunya mengatakan, “Saya melahirkan seorang anak Kristen, bukan Muslim berjilbab.”
Aysha mendapat masalah serius, tapi ia berusaha untuk tidak bersikap kasar. Alhamdulillah, setelah sekian waktu ibunya pun bisa menerima keislamannya. Ia kini bisa keluar mengenakan jilbab, dan ibunya tidak berkata apa-apa.
Hubungan Aysha dengan ayahnya juga membaik. Sebelumnya, ayahnya tidak ingin melihat Aysha dan mereka tak pernah saling berbicara sepanjang waktu. Kini, ia telah mengunjungi Aysha secara teratur. Aysha sangat bersyukur.
Kini, perempuan itu menjalani kesibukan dengan melakukan kegiatan sosial di Debrecen. Ia menyelenggarakan sebuah proyek untuk mengumpulkan pakaian bekas bagi kamp-kamp pengungsian. Ia juga mencoba memandu saudara-saudaranya yang ingin masuk Islam. Belajar dari pengalaman, ia memberi mereka buku, sajadah, dan salinan Alquran.
Ia selalu mencoba untuk meninggalkan kesan Muslim yang baik dan ramah kepada semua orang.