REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO -- Talib Abdul Ahad terlahir dari keluarga Kristen. Sejak kecil, ia telah akrab dengan kisah nabi-nabi dalam Alkitab. Ia dibesarkan dengan kepercayaan Yesus sebagai anak Allah, sekaligus Allah yang patut disembah. Ia juga menghadiri sekolah Minggu dan gereja secara teratur.
Dilansir dari onislam.net, Talib mengaku sering dihadapkan pada berbagai pertanyaan seputar Alkitab. Jawaban atas teka-teki seputar Alkitab itu memusingkannya. Pertanyaan-pertanyaan itu bertambah ketika ia tumbuh dewasa.
Pada usia 12 tahun, ia mulai berusaha keluar dari kepungan pertanyaan yang membingungkan itu. Ia membaca dan memahami Perjanjian Baru dengan serius.
Saat itulah, Talib merasa sedikit saja dari aturan Perjanjian Baru yang diikuti oleh umat Kristiani. Ia juga melihat kontradiksi dalam teks Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama.
Tapi, ia tak kuasa menolak saat dibujuk untuk dibaptis. Ia masih gugup dengan keputusan itu saat hari pembaptisan tiba, sampai-sampai pendeta bertanya apakah ia baik-baik saja.
Pada usia 13 tahun, Talib menjadi sangat evangelis di tengah orang-orang non Kristen. Ia bahkan kerap memarahi orang-orang Kristen yang tidak mengikuti perintah Yesus.
Waktu-waktu berlalu, suatu kali Talib mulai mempelajari karya sastra. Kebanyakan bertema atheis, atau minimal bertentangan dengan agama Kristen. Ia lantas merasa begitu bodoh, merasa tidak ada satupun alasan bagi seseorang untuk menerima ajaran Kristen.
Ia membaca betapa teks Kristen sulit dipercaya dan betapa sedikit bukti yang menunjukkan keberadaan Yesus 2000 tahun yang lalu. Ia menjadi yakin bahwa Yesus yang tertulis dalam Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes tidak lebih dari beberapa mitos yang disatukan. Tidak ada bukti nyata bahwa Alkitab berasal dari sumber Ilahi.
Ia pun mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan dan menjadi agnostik. Pada saat yang sama, Talib mulai membaca literatur Islam, selain beberapa agama lain. Lelaki itu awalnya merasa curiga, termakan stigma Muslim sebagai teroris, penindas perempuan, dan penyebab kekerasan.
Barangkali, ketertarikan pertama Talib terhadap Islam datang setelah ia membaca sebuah artikel tahun 1979 di National Geographic tentang perjalanan haji seorang Muslim Amerika. Ia tidak menyangka ada hal seperti itu pada kehidupan seorang Muslim non-Arab.
Ia juga membaca beberapa peristiwa hidup Muhammad lewat artikel. Setelah mempelajari Alquran, hadits, mendengarkan khutbah, membaca artikel para ulama, Talib menjadi sangat tertarik pada kesederhanaan, kejelasan, dan keindahan pesan Islam.
Saat itulah, ia memutuskan untuk memeluk Islam. “Saya telah berada dalam keimanan sejak itu, tapi saya masih membuat banyak kesalahan dan lupa akan kewajiban saya pada Allah. Insya Allah, saya akan belajar dari kesalahan-kesalahan ini,” janji Talib.