REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (PP Asbihu NU) KH Hafidz Taftazani menyatakan, Nahdhatul Ulama (NU) memberi apresiasi kepada seluruh tokoh agama dan pemuka masyarakat Aceh dalam menyikapi dan memperlakukan pengungsi Rohingnya dengan baik.
Bahkan, para tokoh agama dan tokoh pesantren Aceh meminta para pengungsi tersebut dapat ditampung di sejumlah pondok pesantren di wilayah tersebut, dan tidak perlu dibawa ke luar Aceh.
''Hal itu merupakan wujud dan bentuk kepedulian sosial yang tinggi, sekaligus pula realisasi sikap pemerintah Indonesia dalam memelihara ketertiban dan perdamaian dunia,'' kata Hafidz Taftazani di Jakarta, Selasa (9/6).
Hafidz baru saja kembali dari kunjungan kerjanya meninjau para pengungsi Rohingya di sejumlah tempat di Aceh. Atas nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), ia menyerahkan bantuan yang diserahkan langsung kepada para pengungsi sebesar Rp 100 juta.
"Atas saran Lembaga swadaya masyarakat (LSM), ulama dan rekan-rekan di Aceh, bantuan berupa uang diserahkan langsung kepada para pengungsi. Mereka dapat memanfaatkannya sesuai keperluan masing-masing. Di sekitar lokasi pengungsian, ada warung yang menyediakan kebutuhan pokok dan lainnya," cerita Hafidz.
Hafidz sendiri mengaku kagum dengan perhatian dan dukungan masyarakat Aceh terhadap para pengungsi Rohingya. "Ini merupakan pertama kali para pengungsi menggunakan uang Rupiah di negeri orang," kata Hafidz menambahkan.
Bentuk dan peran warga Aceh membantu menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia patut diberi apresiasi. Sebab, warga etnis Rohingya diperlakukan dengan baik.
Kepedulian memberi bantuan pun terus mengalir. Bahkan di antara itu, pemuka agama dan pimpinan pondok pesantren di Aceh siap menampung para pengungsi dari Myanmar tersebut.
Etnis Rohingya yang beragama Islam, menurutnya, mengungsi bukan untuk mencari suaka politik atau mencari kerja di negara lain. Mereka keluar dari Myanmar lantaran merasa tidak nyaman karena tekanan di negerinya sendiri yang berujung pada upaya pembunuhan.