Kamis 04 Jun 2015 19:31 WIB

Sekaleng Soda dan Islamofobia (Habis)

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko
Islamofobia (ilustrasi)
Foto: avizora.com
Islamofobia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Republic Airways Holding selaku pemilik Shuttle America yang mempekerjaan pramugari tersebut juga meminta maaf dalam pernyataan. ''Kami sangat menyesalkan kurangnya sensitifitas dan penilaian buruk oleh pramugari terhadap Tahera Ahmad,'' katanya.

Republic Airways Holding dan United mengaku akan melakukan penyelidikan. Mereka sepakat bahwa seharusnya pramugari memberikan apa yang diminta Ahmad tanpa harus berspekulasi buruk tentang apa yang akan dilakukannya pada sekaleng soda tersebut.

Namun, Ahmad mengatakan, bukan permintaan maaf atau pemecatan pramugari yang jadi fokusnya. ''Tujuan kami adalah memastikan bahwa ini tidak terjadi lagi. Ini bukan tentang uang ataupun memecat seseorang,'' kata direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) bagian Chicago, Ahmed Rehab yang mendampingi Ahmad dalam konferensi pers Rabu (3/6).

Rehab menyebut tindakan diskriminatif tersebut harus dianggap serius. Menurutnya, CAIR-Chicago dan Ahmad telah meminta pertemuan langsung dengan pihak berwenang United. Mereka juga masih mempertimbangkan untuk membawanya ke ranah hukum.

Rehab mengatakan, pihak penerbangan gagal mengakui insiden ini secara terang-terangan sebagai aksi Islamofobia. Presiden Northwestern University, Morton Schapiro menyebut tindakan pramugari sangat tidak profesional dan memalukan. Ahmad adalah ustadzah di universitas tersebut.

''Ahmad adalah satu dari sedikit ustadzah di negeri ini, ia adalah pemimpin terhormat di komunitas kami,'' kata Schapiro. Ia mendesak United berjanji untuk menjaga kelakuan stafnya agar kejadian yang sama tidak terulang di masa depan.

Kisah diskriminatif selama penerbangan pada Muslim juga pernah terjadi sebelumnya. Pada Februari seorang wanita Amerika yang berhijab tersinggung setelah seseorang melecehkannya dengan mengatakan ''Ini Amerika''. Pihak penerbangan kemudian memindahkan ia dan anaknya ke belakang untuk mencegah situasi memburuk.

Pada 2011, seorang warga AS lulusan San Jose State University diminta membatalkan penerbangan AirTrannya. Ia ditahan di bandara dan ditanyai oleh pihak maskapai dan FBI. Mereka mengatakan ini demi keamanan. Setelah diselidiki, ternyata dua orang penumpang mencurigainya karena ia Muslim.

Warga AS lain, Kashif Irfan mengatakan pada Los Angeles Times bahwa ia dan keluarganya dicurigai karena istrinya menggunakan hijab dan ia berjanggut.

Pada 2006, seorang aktivis HAM asal Irak diminta melepas kaosnya jika ingin masuk pesawat. Kaos tersebut bertuliskan ''Kami Tidak Akan Diam'' dalam bahasa Arab dan Inggris. Di tahun yang sama, enam imam Muslim dikawal untuk turun dari penerbangan US Airways setelah shalat bersama.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement