Rabu 20 May 2015 17:00 WIB

Muhammadiyah Segera Bahas Fikih Bencana Alam

Rep: Heri Purwata/ Red: Indah Wulandari
Bencana alam (ilustrasi).
Foto: Antara/Embong Salampessy
Bencana alam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Muhammadiyah segera merumuskan fikih tentang bencana alam.

"Dunia dan negeri kita nyaris jadi negeri bencana karena hampir setiap waktu terjadi bencana. Sehingga perlu segera dirumuskan paham keagamaannya, baik dalam penanggulangan setelah bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan konstruksi maupun sebelum terjadi bencana," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof M Din Syamsuddin, Rabu (20/5).

Fikih kebencanaan, katanya, harus didasarkan pada ajaran Islam, watak Islam sebagai agama yang menekankan kemanusiaan. Sehingga dasar teologinya humanisme religius.

Wawasan kebersamaannya, kata Din, menggunakan teologi Al-Maaun yang diajarkan KH Ahmad Dahlan sebagai landasan pendirian Muhammadiyah. Kemanusiaan dan  kebersamaan menjadi ciri fikih kebencanaan sekaligus sebagai Islam yang rahmatan lil'alamin.

Kata Din, dalam menghadapi bencana konsisten menggunakan dasar kemanusiaan dan kebersamaan maka

akan terbentuk kesalehan sosial dan kesalehan global.

"Kita beragama tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk orang banyak," katanya.

Hubungan dalam penanggulangan bencana bukan hanya hubungan sesama muslim. Tetapi hubungan kemanusiaan dan kebersamaan sesama umat manusia. "Kebersamaan mempunyai arti lebih tinggi dari pada persaudaraan," ujarnya.

Konsep ukhuwah islamiyah dalam bencana, kata Din, umat Islam tidak melihat siapa yang menjadi korban bencana, apa agamanya. Melainkan harus mengedepankan wawasan kemanusiaan dan kebersamaan.

"Jika aksi-aksi menolong korban bencana berdasarkan dua konsep teologi tersebut maka pertolongan yang diberikan menjadi tulus dan ikhlas. Tidak disertai dengan pamrih," tandas Din.

Untuk melakukan pembaharuan, kata Din, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah sudah banyak menghasilkan fikih. Salah satu contohnya, tahun lalu menghasilkan fikih tentang air.

"Air sebagai sumber kehidupan sebagai basic needs, public good, harus dipahami sebagai sesuatu yang sangat bernilai. Karena itu, jangan dieksploitasi," tegas Din.  

Dijelaskan Din, Majelis Tarjih dan Tajdid selama ini mengembangkan pemikiran keislaman yang disebut fikih dalam pengertian yang luas. Fikih yang dihasilkan tidak sekedar dalam pengertian hukum Islam, tetapi fikih yang diyakini Muhammadiyah sebagai pemahaman atau teologi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement