REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kalangan ulama Nahdlatul Ulama berharap paham radikalisme yang mulai berkembang di Indonesia bisa segera dicegah dengan aktif oleh pemerintah melalui sejumlah kebijakan strategis.
"Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kita harapkan menyiapkan kebijakan-kebijakan, terutama UU yang mengatur itu agar paham radikalisme jangan sampai besar,” kata Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Adnan Anwar, dalam rilisnya, Jumat (15/5).
Dengan kebijakan resmi tersebut, Adnan yakin, seluruh pihak bisa berpatokan pada satu cara bertindak untuk pencegahan terorisme.
Adnan pun mencontohkan, konflik yang terjadi di Timur Tengah, terutama yang didasari perbedaan paham kelompok Wahabi dan Syiah ikut berhembus di Indonesia. Maka, lahirlah isu-isu anti-Wahabi dan anti-Syiah yang makin kencang belakangan ini.
Pemerintah terutama BNPT, diharapkannya, perlu menyikapi keberadaan kelompok berideologi bertentangan dengan NKRI melalui kampanye secara terbuka.
“Sesuai UU, itu harus dibubarkan. Istilahnya kriminalisasi ideologi negara. Jadi untuk kelompok yang
begini, BNPT bisa mendorong bahwa yang begini ini tidak boleh besar dan berkembang secara terbuka sehingga perlu ada segera landasan hukumnya," imbuh Adnan.
Adnan menilai kelompok di atas itu merupakan hulu dari penyebaran paham tersebut. Untuk di level hilirnya, kelompok ini menggunakan media dalam mengkampanyekan ide mereka seperti ide
khilafah, ide syariah, dan sebagainya.
"Memang harus ada keberanian untuk menindak dengan soft power seperti menutup situs dengan cara
lebih dulu mendalami konten dan lebih komprehensif dalam melibatkan banyak pihak, juga siaran radio dan televisi yang isinya sama, yaitu ingin merobohkan ideologi NKRI," pungkas Adnan.
Sebelumnya, BNPT sendiri sebenarnya telah mengusulkan amandemen Undang Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, April lalu.
Kepala BNPT Komjen Pol Saud Usman Nasution saat itu menjelaskan, ada beberapa hal yang belum tercakup dalam UU Terorisme, di antaranya mengenai pemidanaan terhadap perbuatan yang mendukung tindak pidana terorisme.
Kemudian, perbuatan penyebaran kebencian dan permusuhan, masuknya seseorang ke dalam organisasi terorisme, dan termasuk masalah rehabilitasi yang juga belum diatur di dalam UU tersebut.