REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selepas wafatnya Abu Thalib, perlawanan dan kedzaliman tak henti-hentinya dilakukan oleh kaum Quraisy kepada Nabi. Orang-orang Quraisy tidak segan-segan melemparkan tanah atau kotoran kepada Nabi, ketika Nabi berjalan atau ketika ia sujud melakukan shalat.
KH. Zakky Mubarak menuturkan, sambil menangis berlinang air mata, Fathimah, putri Nabi lalu membersihkan kepala ayahnya. Tak ada yang lebih duka rasanya dalam kalbu seorang ayah daripada mendengar tangis anaknya, lebih-lebih anak perempuan yang baru saja ditinggalkan ibunya.
Ia berkata kepada putrinya, “Jangan menangis anakku, sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu” (Hayatu Muhammad, hlm 186).
Ketika tekanan dan penghinaan orang-orang Quraisy terhadap Rasul semakin gencar itulah, Allah memerintahkan Rasul untuk melakukan perjalanan Thaif. Rasul menaruh harapan pada kaum Bani Tsaqif yang menduduki wilayah Thaif itu, semoga mau menerima agama Allah.
Namun, penduduk Thaif ternyata amat bengis. Mereka menolak kedatangan Nabi dan agama yang ia bawa. Demikian kasarnya sikap mereka kepada Nabi, sehingga mereka menghianati kebiasaan bangsa Arab, yang selalu menghormati tamunya.
KH. Zakky Mubarak melanjutkan, ketika penduduk Thaif mengusir dan melempari mereka dengan baru, Nabi berlindung di bawah pohon anggur milik Uthbah dan Syaibah. Di tempat itu beliau menengadah ke langit, hanyut dalam suatu doa pengaduan yang sangat mengharukan.
“Wahai Allah Tuhanku, kepada-Mu aku mengadukan kelemahan diriku, kekurangan daya upayaku dan kehinaanku di hadapan sesama manusia. Wahai Allah Yang Maha Kasih dari segala kasih, Engkau adalah pelindung orang-orang yang lemah dan teraniaya. Engkau adalah pelindungku. Tuhanku, kepada siapa Engkau serahkan diriku? Apakah kepada orang jauh yang membenciku atau kepada musuh yang menguasai diriku. Tetapi asal Kau tidak murka padaku, aku tidak perduli semua itu. Kesehatan dan karunia-Mu lebih luas bagiku, aku berlindung dengan cahaya-Mu yang menerangi segala kegelapan, yang karenanya membawa kebahagiaan bagi dunia dan akhirat, daripada murka-Mu yang akan Kau timpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku sehingga Engkau meridhaiku. Tiada daya dan upaya kecuali dari-Mu” (Hayatu Muhammad, hlm 187).