Senin 11 May 2015 19:21 WIB

Di Negara ini, 6000 Muslim Harus Bertahan dengan Satu Masjid

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Nasih Nasrullah
  Muslim Malta menunaikan shalat di jalan akibat minimnya masjid
Foto: islamophobiawatch.co.uk
Muslim Malta menunaikan shalat di jalan akibat minimnya masjid

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi sebagian masyarakat Indonesia, nama Republik Malta mungkin masih terdengar asing di telinga. Apalagi dengan kehidupan umat Muslim di negeri itu, bisa dikatakan jarang mendapat publikasi media.

Malta adalah negara kecil yang terdiri dari sejumlah pulau di Laut Mediterania. Lokasinya berada di bagian paling selatan gugusan Benua Eropa. Malta disebut-sebut sebagai negara paling Katolik di dunia. Menurut data CIA World Factbook, jumlah pemeluk Katolik di negeri itu mencapai 98 persen dari total penduduknya. Konstitusi Republik Malta juga menyatakan Katolik sebagai agama resmi negara.

Umat Islam sendiri merupakan kelompok minoritas di Malta. Meski tidak ada angka resmi, namun populasi Muslim di negara itu saat ini diperkirakan sekitar 6.000 jiwa. Masjid Mariam al-Batool yang berada di kota Paola adalah masjid pertama dan satu-satunya di Malta.

Keberadaan satu masjid itu saja jelas tidak memadai untuk menampung ribuan jamaah Muslim di Malta. Oleh karenanya, beberapa orang Islam di negara itu akhirnya mencoba mencari beberapa tempat alternatif untuk melaksanakan shalat. Sayangnya, langkah mereka itu malah mendapat respons negatif dari pemerintah setempat.

Pada 2009, kaum Muslimin di kota Salim—yang berada di timur laut Malta—bahkan sempat menggelar shalat berjamaah di jalan raya, setelah polisi di negara itu menutup ruang apartemen yang mereka jadikan sebagai tempat shalat sementara. “Menurut polisi penutupan tempat shalat di apartemen tersebut dilakukan karena tidak adanya izin resmi dari pemerintah,” tulis laman berita berbahasa Arab, Akhbar al-Alam.

Selain kesulitan memperoleh ruang ibadah, kaum Muslimin Malta kini juga menghadapi gerakan anti-Islam yang mulai diembuskan oleh kelompok sayap kanan di negara itu. Presiden Organisasi Patriot Malta, Alex Pisani, bahkan menganggap umat Islam sebagai ancaman terbesar bagi masa depan Malta.

“Secara perlahan, Islam mulai mengambil alih Eropa. Dalam 20 tahun mendatang, Malta bisa saja menjadi negara Muslim. Tapi republik ini hanya memiliki satu agama, yaitu Katolik, dan kami bangga dengan itu. Tentu saja, kami akan terus berusaha untuk mempertahankan identitas (Katolik) tersebut,” ujar Pisani seperti dikutip Malta Today pada November lalu.

Padahal, jika menengok ke sejarah, saat Islam saat berkuasa di wilayah ini, tidak semena-mena, bahkan cenderung sangat kooperatif dan toleran.Ketika perang antara bangsa Arab dan Kekaisaran Bizantium meletus sejak abad ketujuh hingga ke-11, Malta sempat jatuh ke tangan dinasti Islam.

Pada periode tersebut, kaum Muslimin mulai memperkenalkan irigasi model baru untuk membangun pertanian di Malta. Mulai saat itu, pengaruh bahasa Arab pun semakin meluas di kalangan penduduk negeri kepulauan itu, bahkan sampai hari ini. “Selama berada di bawah kekuasaan Islam, umat Kristiani di Malta tetap memperoleh kebebasan dalam menjalankan agama,” tulis Carolyn Bain (2004) dalam bukunya, Malta & Gozo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement