REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemuda memiliki peran untuk melahirkan perubahan bagi umat. Pemuda dinilai dapat menjadi jawaban atas tantangan global dalam berbagai aspek. Meski begitu, pemuda memiliki karakter tersendiri sehingga perlu ada pendekatan yang tepat agar pemuda bisa bergerak dan memberi kontribusi positif.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai saat ini masih banyak pekerjaan rumah dalam meningkatkan pemberdayaan pemuda.
Dahnil menilai saat ini muslim Indonesia khususnya pemuda memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan. Citra Islam, kata Dahnil, bahkan bisa menjadi lebih baik jika muslim berbicara banyak di media.
"Saat ini dunia barat melihat Islam lewat Timur Tengah jarang melalui Indonesia. Padahal, Indonesia bisa menjadi kiblat," ujar Dahnil saat kuliah umum bertajuk 'Islam Youth and Global Challenge; US and Indonesia Muslim Readers Perspective' di Aula Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Tangerang, Banten, kemarin.
Direktur Lembaga Komunikasi Outreach Strategists Mustafa Tameez mengajak sekitar 100 hadirin untuk memikirkan hal yang bisa dilakukan terhadap lingkungan sekitar. "Apa yang kita bisa kontribusikan? Lalu, renungi kembali apakah kontribusi itu untuk membangun atau menghancurkan?" ujar Tameez.
Tameez yakin pemuda bisa menjadi tokoh perubahan dengan kapabilitas dan kreativitas. "Pemuda menjadi pencipta software atau pemecah kemacetan di Jakarta. Sebenarnya itu pilihan pemuda untuk mengubah dunia Islam karena saya yakin pemuda punya kapabilitas," ujarnya.
Perwakilan khusus Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) untuk Komunitas Muslim Shaarik Zafar menyatakan saat ini terdapat sejumlah tantangan global. Tantangan tersebut, kata Zafar, dapat diatasi dengan mengerjakannya secara bersama-sama.
Zafar menyebut tugas bersama sebagai muslim adalah untuk menjaga lingkungan. "Global warming menjadi tantangan kita bersama. Menlu John Kerry menyatakan tantangan perubahan iklim merupakan prioritas utama," ujar Zafar.
Kemudian, kata Zafar, yaitu tantangan untuk mencari pekerjaan. Hal itu terutama dialami oleh mayoritas masyarakat berusia di bawah 30 tahun.
Zafar menekankan pemuda berperan memberi kontribusi dalam ekonomi.
Akan tetapi, hal ini tak bisa diselesaikan pemerintah sendiri. "Anda sebagai pemuda perlu menyatakan ide-ide untuk menyelesaikan hal itu. Sedangkan tugas pemerintah mendukung," ujar Zafar.
Selanjutnya adalah tantangan terorisme. Menurut Zafar yang lahir di Pakistan, Islam tidak memiliki hubungan dengan terorisme dan tidak mengajarkannya. "Tantangan yang kita hadapi baik AS dan Indonesia adalah kelompok yang memberi reputasi buruk pada Islam. Mereka bahkan merekrut anak-anak muda dan mencuci otak," ujar Zafar.
Peneliti Study of Terrorism and Responses to Terrorism (Start) Alejandro Beutel menilai terdapat sejumlah hal yang perlu dilakukan agar pemuda dapat memberikan kontribusi positif. "Anak muda harus diberi kesempatan untuk melakukan aksi yang bermanfaat dan kita harus memperkuat mereka," ujar Beutel.
Beutel menyatakan, saat ini banyak pemikiran radikal berawal dari obrolan pemuda. Menurutnya, gagasan yang muncul antar pemuda lebih berpengaruh. Pemuda, kata Beutel, cenderung mengikuti hal yang menurut mereka keren. "Hebatnya, ekstremisme membuat gerakan jihad keren. Mereka membuat terorisme seakan menarik dan menyenangkan," ujar Beutel.
Beutel mengatakan, pemuda akan berpikir dengan cara mereka sendiri begitu juga dengan orang tua. Sehingga, perbedaan pola pikir kerap terjadi.
"Ulama perlu tahu cara menarik pemuda. Ini juga masalah yang dihadapi AS," ujarnya.
Beutel menyarankan, ulama perlu banyak membahas topik-topik yang menarik untuk anak muda dan juga dengan alat yang menarik.
Ia mencontohkan, film, musik, atau game bisa menjadi alat yang mampu menarik perhatian pemuda. "Intinya, pemuda perlu diberi alternatif dakwah yang tidak membosankan," ujar Beutel.




