REPUBLIKA.CO.ID,Pada tahun 750, pusat kekuasan Dinasti Umayyah di Harran (Turki) berhasil direbut oleh Bani Abbasiyah.
Penguasa Umayyah di Spanyol lantas merespons situasi politik tersebut dengan mengubah status Andalusia, yakni dari provinsi menjadi negara berdaulat baru yang diberi nama Emirat Cordoba. Pangeran Abdurrahman I menjabat sebagai emir pertama Cordoba pada 756.
“Sejak itu, wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah yang tersisa praktis hanya sebatas Semenanjung Iberia,” ungkap Syed Azizur Rahman dalam karyanya, The Story of Islamic Spain.
Pemerintahan Emirat Cordoba berlangsung selama 173 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, negara itu telah mengalami tujuh kali pergantian emir. Selanjutnya, pada 929, Abdurrahman III (emir terakhir Cordoba) mendeklarasikan berdirinya Kekhalifahan Cordoba dan menobatkan diri sebagai khalifah pertamanya.
Selama masa pemerintahan Khalifah Abdurrahman III, kemakmuran di Cordoba meningkat pesat. Hal itu ditandai dengan meningkatnya hubungan diplomatik Dinasti Umayyah dengan suku-suku Berber di Afrika Utara, serta raja-raja Kristen di Iberia Utara, Prancis, Jerman, dan Konstantinopel.
Di samping itu, Abdurrahman III juga berhasil menghentikan laju pengaruh Dinasti Fatimiyah di Maroko dan Andalusia. Ketika Abdurrahman III mangkat pada 961, tahta Kekhalifahan Cordoba selanjutnya dipegang oleh putranya, al-Hakam II.
“Khalifah kedua Cordoba ini tetap melanjutkan kebijakan-kebijakan luar negeri yang sudah dirintis oleh ayahnya, yakni menjaga hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan Kristen yang berada di sekitar Iberia,” tulis Anwar G Chejne, dalam buku Muslim Spain: Its History and Culture. Kekhalifahan Cordoba hanya berlangsung selama satu abad (dari 929 – 1031).
Selama periode tersebut, Kota Cordoba menjadi pusat peradaban paling terkemuka di Andalusia.