Senin 30 Mar 2015 09:00 WIB

Imam Al-Ghazali, Intelektual Muslim yang Belajar dari Krisis (3-habis)

Rep: c 24/ Red: Indah Wulandari
Imam Al Ghazali
Imam Al Ghazali

REPUBLIKA.CO.ID,Fakhr al-Muluk membujuk al-Ghazali melalui suratnya untuk mengajar kembali di Khurasan. Al-Ghazali mengambil sikap dingin dengan tawaran tersebut dan membalas surat Fakhr al-Muluk dengan memberinya nasihat. Namum Fakhr al-Muluk tiadak putus asa, dan akhirnya berhasil meluluhkan sikap al-Ghazali.

Setelah itu, karena kondisi kesehatan yang semakin turun, ia meninggalkan Baghdad dan kembali ke kota kelahiranya, Thus. Pada 18 Desember 1111 M ia akhirnya meninggal dunia di kota Thus.

Liku-liku perjalanan intelektual al-Ghazali tidak dapat dilepas dari lingkungan sosial-politik umat Islam yang melingkupinya saat itu. Pada masanya ia menyaksikan dunia Islam yang sudah berkemelut.

Al-Ghazali sendiri menyatakan bahwa pada masanya kebobrokan moral sudah begitu parah dan korupsi di kalangan para ulama dan ahli hukum juga sangat meluas. Selain itu, intrik-intrik politik yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai Islam diperlihatkan secara vulgar oleh para pemimpin ketika itu.

Al-Ghazali sendiri dengan keras mengecam situasi yang dilihatnya tersebut. Dia mengatakan, "Sesungguhnya kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para pemimpinya, dan kerusakan pemimpin disebabkan oleh kerusakan para ulama. Kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan. Siapa yang dikuasai oleh ambisi duniawi, ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil."

Namun yang jelas, al-Ghazali pergi ke Damaskus dan meninggalkan ingar-bingar suasana kacau masyarakat Islam ketika itu untuk kemudia menjalankan kehidupan sufistik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement