REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menghadapi kelompok radikal seperti ISIS tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah dan aparat keamanan saja. Ormas-ormas Islam harus pula dilibatkan.
“Pemerintah perlu mengajak ormas-ormas tersebut untuk memikirkan konsep toleransi yang dapat memelihara iklim toleransi. Adapun bentuk dan substansi diserahkan kepada masing-masing ormas,” kata mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali dalam rilisnya, Sabtu (21/3).
Melibatkan ormas Islam dalam menuntaskan masalah perekrutan umat Islam oleh ISIS, dinilainya, langkah yang bijaksana untuk memoderasi pandangan-pandangan yang terlanjur ekstrim dan membentengi lingkungan internal masing-masing dari perembesan radikalisme.
As’ad yang akhir tahun lalu meluncurkan buku Al Qaeda: Kajian Sosial Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya ini mengungkapkan, ISIS yang kini tengah menjadi isu global merupakan kelanjutan dari organisasi garis keras Alkaidah.
Aksi mereka pada dasarnya adalah bentuk perlawanan global kelompok radikal Islam terhadap ketidakadilan dunia.
Dikatakan, isu yang mereka perjuangkan mampu menarik perhatian anak-anak muda secara cepat dan mendunia. Lantaran mudah dicerna terkait dengan ketidakadilan di Palestina, kesenjangan sosial-ekonomi di negara-negara muslim dan ekspansi budaya Barat yang dianggap merusak nilai-nilai Islam seperti hedonisme dan materialisme.
“Para pemimpin dunia Islam dianggap tidak berdaya dan tunduk pada kemauan Barat. Isu yang mereka kembangkan tersebut dengan cepat menyebar juga di negara-negara Barat sebagai akibat kebijakan banyak negara yang memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok perlawanan yang lari dari negara masing-masing,” katanya.
As’ad yang juga Wakil Ketua Umum PBNU mengingatkan, pengaruh paham Alkaidah dan ISIS yang saat ini sudah menjalar sekelompok warga bangsa itu perlu diantisipasi.
Beberapa paham yang dikebangkan juga perlu diluruskan terutama tentang faham khilafah Islamiyah, jihad, dan pengkafiran.