REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan terorisme dan radikalisme di Indonesia tidak bisa hanya diatasi dengan penindakan namun juga harus dibarengi dengan mengembangkan ideologi dan teologi cinta damai sebagai langkah deradikalisasi.
"Ideologi dan teologi kekerasan harus kita lawan dengan ideologi dan teologi cinta damai. Kita harus mengembangkan pemikiran Islam rahmatan lil'alamin (Islam rahmat bagi sekalian alam - Red)," kata tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), KH M Misbahus Salam kepada pers di Jakarta, Senin (16/3).
Menurut KH Misbah, penyimpangan pemikiran kalangan teroris dan radikalis dalam memaknai teks-teks Alquran dan Al-Hadist harus diimbangi dengan harakah pemikiran sesuai tafsir yang sejalan dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam.
Ia menegaskan pula perlunya meluruskan pemikiran yang ingin mendirikan Daulah Islamiyah dengan pemikiran Islam tawassuth (moderat-red) serta manifestasinya dalam Negara Pancasila.
Tapi tokoh muda NU itu juga menekankan perlunya ketegasan dari pemerintah untuk menindak kelompok-kelompok teroris dan radikalis, termasuk golongan yang anti NKRI dan Pancasila. Tindakan tegas itu tentu tidak hanya dilakukan di pihak hilir, melainkan justru yang sangat urgen adalah di pihak hulu sebagai aktor intelektual, termasuk pensuplai dananya.
"Pemerintah dalam hal ini Kepolisian dan TNI jangan menunggu masyarakat yang harus mengadili dan menghakimi mereka," kata Wakil Ketua Pengurus Cabang NU Jember yang juga Pengasuh Yayasan Raudlah Darus Salam Sukorejo Bangsalsari Jember itu.