REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Perempuan Asia Tenggara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Fika Komara mengatakan syariat Islam yang diterapkan di Nangroe Aceh Darussalam justru memuliakan perempuan di provinsi itu.
"Perempuan Aceh berabad-abad merasakan bagaimana syariat Islam memuliakan mereka, membesarkan kiprah mereka dan menjamin kehormatan mereka," ujar Fika di Jakarta, Jumat (6/3).
Pada masa lampau, penerapan syariat Islam di daerah tersebut berhasil memunculkan nama-nama besar perempuan Aceh seperti Laksamana Hayati dan Cut Nyak Dien. "Sama sekali jauh dari gambaran terkekang dan terdiskriminasi seperti yang sering dinarasikan media Barat," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, tudingan Barat bahwa syariat Islam melanggar HAM perempuan Aceh perlu dikaji dengan jernih, terutama standar HAM itu sendiri yang selalu dipakai sebagai tolak ukur oleh media Barat.
"Akar penyebab komplikasi dan dilema yang timbul akibat penerapan syariat di Aceh justru bersumber pada subordinasi aturan Syariah pada hukum-hukum sekuler yakni HAM dan demokrasi. Sehingga syariah Islam hanya dikerdilkan bersifat lokal dan parsial dan tunduk dikangkangi oleh hukum-hukum buatan manusia dan ide-ide kebebasan yang sekuler," terang dia.
Ia menambahkan umat Islam di Aceh tidak boleh melemah dan reaktif. "Umat Islam di Aceh dan seluruh dunia harus selalu menyadari bahwa Islam identitas sejati mereka, yang memuliakan, mensejahterakan dan membawa keberkahan pada bumi Nusantara ini. Bukan identitas lain, yang dikonstruksikan oleh paham-paham sekuler," jelas dia.
Fakta sejarah tidak bisa dilenyapkan, tambah dia, Islam mensejahterakan dan memberkahi Nusantara lebih dari tiga abad, sementara kolonialisme Barat baik yang klasik maupun yang modern justru memiskinkan dan menindasnya hingga hari ini.