REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak pertama kali diterbitkan 78 tahun silam (1937), karya Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) yang berjudul Tasawuf Modern, kini kembali dihadirkan. Sebelumnya, pada beberapa dasawarsa silam, buku ini juga sudah diterbitkan dengan judul Tasauf Modern.
Kini, dengan banyaknya permintaan masyarakat untuk menghadirkan kembali karya Buya Hamka tersebut, Republika Penerbit kembali menerbitkan karya Buya Hamka tersebut dengan desain baru.
“Soal bahasa, kami dari penerbit tidak mengubahnya. Masih sama seperti sebelumnya, karena kami ingin menampilkan ciri khas tulisan-tulisan Buya Hamka yang penuh hikmah,” kata Syahruddin El-Fikri, GM Redaksi dan Promosi Republika Penerbit, di Jakarta, Selasa (3/3).
Buku Tasawuf Modern setebal 377 halaman itu, dibandrol seharga Rp 63.000 per eksemplar. “Khusus di ajang IBF 2015, Republika Penerbit memberikan diskon sebesar 20 persen,” kata Syahruddin.
Syahruddin menambahkan, pihaknya merasa terhormat diberikan kepercayaan oleh keluarga Buya Hamka untuk menerbitkan ulang karya-karya ulama kharismatik tersebut. “Alhamdulillah, keluarga Buya memercayakan sejumlah karya Buya Hamka kepada kami Republika Penerbit,” lanjutnya.
Irfan Hamka, putra Buya Hamka, mengaku bahagia dan sangat berterima kasih karena Republika Penerbit bersedia menerbitkan kembali karya Buya Hamka.
“Kami dari ahli waris, merasa terhormat dan bahagia karena karya Buya diterbitkan kembali setelah sekian lama tidak beredar. Kami berharap, karya beliau bisa memberi inspirasi bagi umat dan juga bagi pecinta Buya Hamka,” terang Irfan yang juga penulis buku Ayahku.
Irfan berharap, buku-buku Buya Hamka lainnya akan segera menyusul. “Insya Allah, ada beberapa lagi yang bisa diterbitkan. Di antaranya Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, dan Lembaga Budi. “Buku-buku ini juga akan diterbitkan di Republika Penerbit,” jelas Irfan.
Hal yang sama juga disampaikan Afif Hamka, putra Buya Hamka lainnya. Menurut Afif, melalui buku Tasawuf Modern ini, Buya Hamka ingin memberikan cakrawala baru, bahwa cinta kepada Allah adalah dengan meningkatkan terus kualitas takwa tanpa harus meninggalkan kehidupan duniawi.
Afif menambahkan, ajaran Islam yang mengutamakan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi adalah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh umat untuk hidup sebagai sufi.
“Hamka ingin menegaskan kepada kita, bahwa di zaman modern ini, bisa saja seorang eksekutif hidup kaya raya, tapi ia juga memahami gaya hidup seorang sufi. Sehingga, seluruh ibadahnya melahirkan dampak kesalehan hidupnya sehari-hari,” terang Afif.
Ia menerangkan, selama ini banyak orang yang memahami bahwa hidup sufi, yakni hidup mencintai Allah dalam ketakwaan dan mendekatkan diri kepada-Nya, seakan-akan meninggalkan urusan dunia.
“Seorang sufi begitu identik dengan kesederhanaan. Padahal selain itu, dia bisa juga kaya namun hidup bersahaa,” tegasnya.