Oleh: Abdul Syukur
Pernah suatu ketika Muhammad bin Amru bin Ash mencambuk seorang warga Mesir seraya berkata, “Terimalah ini, saya adalah anak keturunan orang-orang mulia."
Amru bin Ash selaku gubernur Mesir terpaksa memenjarakan warga Mesir yang dipukul anaknya agar tidak melapor pada amirulmukminin, Umar bin Khattab RA.
Namun, orang itu melarikan diri dari penjara dan pergi ke Madinah untuk menemui Umar bin Khattab RA. Setelah bertemu Umar, orang itu disuruh menunggu oleh Umar sampai Amru bin Ash dan anaknya yang didatangkan dari Mesir tiba di Madinah.
Sesampainya di Madinah, Amru dan anaknya langsung dihadapkan ke sidang pengadilan tindak pidana. Setelah keduanya masuk ruang sidang, Umar memerintahkan orang Mesir yang menjadi korban kekerasan itu untuk mengambil cambuk, “Ambil cambuk dan cambuklah anak keturunan orang mulia itu!”
Orang Mesir itu pun mencambuk Muhammad bin Amru sampai kelelahan, tapi Umar bin Khattab RA tetap menyuruhnya, “Cambuklah anak keturunan orang mulia itu!”
Setelah selesai memukul Muhammad bin Amru, orang Mesir itu mendekati Umar hendak mengembalikan cambuk, tapi Umar berkata kepadanya, “Lingkarkan cambuk itu di atas kepala Amru yang botak karena kedudukannyalah anaknya berani memukul Anda!”
Saat itu, Amru berkata, “Amirulmukminin, sudah Anda penuhi dan sudah Anda balas sepuas-puasnya." Orang Mesir itu kemudian berkata, “Amirulmukminin! Orang yang memukul saya sudah saya pukul."
Amru berkata dengan lirih, “Sungguh, jika Anda pukul dia, saya tidak akan menghalanginya sebelum Anda sendiri yang meninggalkannya."
Lantas Umar menoleh kepada Amru dan berkata, “Amru! Sejak kapan Anda memperbudak orang lain, padahal ibunya melahirkannya sebagai orang merdeka?”
Ketegasan dan keberanian seperti yang dimiliki Umar ini pantas menjadi pelajaran dari kisah ini. Bahwa masing-masing warga negara tidak boleh dianiaya oleh siapa pun, termasuk oleh pemimpinnya sendiri, dan merupakan hak mereka untuk mendapatkan keadilan yang sama di hadapan hukum.
Pelajaran lainnya adalah bahwa pemimpin tertinggi suatu pemerintahan harus berani bertanggung jawab terhadap semua tindak tanduk anak buahnya, bahkan harus tegas dan berani menghukum mereka ketika mereka melakukan pelanggaran hukum.
Seorang pemimpin akan menjadi tegas bila memiliki beberapa syarat, di antaranya, pertama, melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar sehingga tidak akan ada celah bagi kawan maupun lawan untuk menentang perintah dan keputusannya.
Kedua, tidak takut kecuali kepada Allah SWT. Orang yang hanya takut kepada Allah tidak akan takut kepada siapa pun, baik kepada anak buahnya, rakyatnya bahkan instansi lain yang bisa menanggalkan jabatannya.
Ketiga, seorang pemimpin bisa tegas jika ia tidak takut kehilangan jabatannya. Pemimpin seperti ini bisa memutuskan perkara sesuai dengan standar kebenaran dan bisikan hati nuraninya, bukan berdasar kepentingan orang-orang dekatnya, bukan pula berdasar intrik-intrik politik para elite yang ada di belakangnya.
Jika ketiga syarat ini dimiliki seorang pemimpin maka ia bisa menjadi pemimpin yang tegas sebagaimana dicontohkan Umar bin Khattab RA.