REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama tengah mengupayakan penentuan awal tiap bulan Hijriah dapat diseragamkan secara nasional. Upaya ini diharapkan dapat menyudahi perbedaan dikalangan ormas-ormas Islam mengenai awal bulan-bulan penting dalam Islam, semisal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijah.
Demikian disampaikan Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kemenag, Nur Khazin, Senin (23/2). “Sudah sejak tahun 1998 kita berupaya (menemukan) kesepakatan bersama antara ormas-ormas Islam dan pemerintah. Karena memang, sistem hisab yang berkembang di Indonesia banyak sekali. Kira-kira, ada 30 macam,” ujar Nur Khazin.
Secara umum, ada dua jenis metode dalam menentukan awal bulan Hijriah yakni, hisab dan rukyat. Hisab merupakan metode yang memakai perhitungan astronomi dan matematika. Rukyat, metode yang mengandalkan penglihatan langsung terhadap hilal.
Adapun hilal ialah bulan sabit yang muncul sebagai tanda awal bulan baru dalam penanggalan Hijriyah. Hilal diamati pada tanggal 29 tiap bulan untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah masuk pergantian bulan Hijriyah.
“Pada intinya, metode hisab dan rukyah itu saling mendukung. Jadi, hisab itu untuk mendukung rukyah agar rukyah yang dilakukan tidak salah. Apalagi, untuk menentukan posisi hilal,” ungkapnya.