REPUBLIKA.CO.ID,
Sementara bagi Hamzah, ia memilih memanfaatkan jeda tersebut untuk mengulang kembali hafalannya. “Karena saya sudah punya target, misalnya, satu bulan harus khatam baca. Jadi, setiap hari harus bisa selesai baca satu juz,” ujar Hamzah.
Hal serupa juga dilakukan Dewi Untari. Dokter gigi yang membuka praktik di daerah Kelapa Hijau mengaku mengurangi waktu tidurnya selama dua jam setiap hari agar bisa menghafal Alquran. “Umur saya terus bertambah, bekalnya untuk menghadap Allah juga harus bertambah,” ujarnya.
Dewi mengaku motivasinya menghafal Alquran terus bertumpuk karena interaksinya dengan pasien. “Mendengarkan pengalaman hidup mereka membuat motivasi saya bertambah,” kata Dewi Untari menjelaskan.
Memang, tak semua orang rela mengurangi waktu tidurnya, sebagian pekerja seperti pegawai kantoran lebih memilih untuk mendatangi lembaga penghafal Alquran di hari senggang mereka.
Salah satu lembaga tersebut bernama Rumah Quran Al-Insan yang didirikan sejak empat tahun lalu. Berawal dari 18 orang, sekarang lembaga ini sudah punya ratusan anggota dari empat cabangnya di Jakarta.
“Berbagai macam latar belakang yang mengaji di sini, ada buruh, pekerja kantoran, pekerja bank, mereka biasa datang hari Sabtu,” kata Istidamatin, salah satu dari tiga pendiri Rumah Quran Al-Insan.
Berawal dari rasa keprihatinan karena banyaknya Tempat Pengajian Anak (TPA), tapi tidak ada untuk orang tua mereka. Perempuan yang biasa disapa Isti ini sering kali menemukan seorang ibu yang tidak bisa membaca Alquran padahal anaknya sudah lancar.
“Dengan berada di lingkungan yang tepat, semangat menghafal dan membaca akan terus terjaga,” kata perempuan 49 tahun ini menerangkan. ¦