REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-undang nomor 33/2014 tentang jaminan produk halal (UU JPH) diharapkan bisa memproteksi konsumen dan produk lokal. Pasalnya, jika dengan label halal produk asing mudah masuk, harusnya hal sama bisa dilakukan Indonesia.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo mengatakan, jika mengacu pada undang-undang nomor 88/1999 pasal 8 ayat 1 huruf H, disebut keterangan halal adalah sukarela. Jika produsen klaim halal, maka mereka harus membuktikan.
Undang-undang dibuat tidak hanya konsep tapi juga harus bisa diimplementasikan, belum lagi sifatnya harus. Maka pemerintah harus memastikan pasar bersih dari produk non halal.
Buat konsumen, kata Sudaryatmo, yang penting ada kejelasan komposisi kandungan zat. Sebab ini lebih mendidik. Kalau bicara perlindungan konsumen, yang marak dibicarakan sekarang adalah pencantuman kandungan garam, gula dan lemak.
Di Uni Eropa ada penanda warna untuk kandungan tiga zat, traffic light food labeling. Thailand sudah menerapkan itu karena incarannya memang Eropa. Di Australia ada peringkat nutrisi dengan tanda bintang di kemasan produk.
''Ini menarik. Label halal lebih jadi persoalan ketika berkaitan dengan perdagangan global. Misal daging, India dan Brasil mereka tahu target pasarnya Indonesia. Pemotongan mereka menggunakan cara berbeda sesuai pandangan mereka,'' tutur Sudaryatmo dalam diskusi bertajuk 'Wajib Sertifikasi Halal, Apa Perlu?', Rabu (4/2) malam.
Banyak negara yang serius mengincar Indonesia. Harusnya dibalik, Indonesia yang mengincar pasar Muslim, terutama di Timur Tengah.
YLKI ingin makin banyak produk punya keterangan halal yang bisa dipertanggungjawabkan, bukan karena diharuskan tapi karena pasar menginginkan. Pemerintah harus memfasilitasi sehingga memudahkan pelaku usaha.
Sertifikasi halal juga tidak harus menunggu MEA. YLKI pernah mengadakan survei terhadap susu kedelai pabrikan. Dari sembilan merek, lima produk Indonesia, dua produk Malaysia dan dua produk Thailand.
Empat produk asing sudah pakai label halal negeri masing-masing dan diterima. Pemerintah harus tegas, harusnya Indonesia juga menuntut hal yang serupa.
''Jadi pertanyaan juga, kalau impor harus halal, halal MUI atau yang lain? Harus ada kejelasan karena sudah terjadi di lapangan,'' kata Sudaryatmo.