REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi Islam, Didin Hafidhuddin mengatakan, bank syariah hadir untuk menguatkan sektor ekonomi riil, bukan semata-mata sektor moneter. Dengan begitu, ada keberpihakan pada produktivitas ekonomi umat Islam, termasuk pada sektor pertanian.
Penguatan sektor riil itu nantinya akan menguatkan posisi umat Islam dalam sistem ekonomi nasional. “Yang namanya akad musyarakah dan mudhorobah misalnya dalam perbankan syariah, itu berkaitan dengan kegiatan usaha sektor riil,” kata Kiai Didin dalam pesan singkat yang diterima ROL, Senin (2/2) di Jakarta.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) ini mengakui, umat Islam di daerah perkotaan, masih terjebak sebagai konsumen belaka. Apalagi, gaya hidup perkotaan cenderung membuat mereka malas berpikir produktif dan boros.
Kiai Didin mencontohkan, dalam hal pemakaian kendaraan bermotor, Indonesia nyaris menjadi konsumen terbesar di dunia. Padahal, di saat yang sama, negara-negara seperti Jepang dan Korea berlomba-lomba menjadi produsen.
“Persoalan ekonomi bukan semata-mata persoalan anggaran (finansial), melainkan juga gaya hidup,” tutur Kiai Didin. Maka, kata Kiai Didin, dalam KUII mendatang diharapkan para tokoh Muslim mampu merumuskan gerakan bersama, mengatasi tantangan-tantangan ekonomi umat Islam Indonesia.
KUII VI diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kongres ini bertemakan “Penguatan peran politik, ekonomi, dan budaya umat Islam untuk Indonesia yang berkeadilan dan berperadaban.” Rencananya, ini akan dihadiri sekira 700 orang peserta dan 75 orang pengamat dari seluruh elemen pemuka Muslim Indonesia. Seperti, para ulama, zuama, cendekiawan, tokoh sejumlah pesantren dan politikus Islam Indonesia.