Jumat 23 Jan 2015 09:50 WIB

Pulau Madu Memang Indah Tapi Krisis Air

Warga Pulau Madu yang mengalami krisis air.
Foto: Badan Wakaf Alquran
Warga Pulau Madu yang mengalami krisis air.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG --  Pemandangan alam di Pulau Madu memang indah tetapi karena krisis air tawar  berbulan madu di pulau kecil paling tenggara Provinsi Sulawesi Selatan tersebut tentu saja bermasalah. Masalah tersebut dialami juga oleh sekitar 1500 jiwa warga Desa Onesatonde yang menghuni pulau terpencil di sebelah timur gugusan pulai Bonerate  tersebut.

Menurut Kepala Desa Onesatonde Lageno, krisis air tawar merupakan  masalah besar bagi warga yang tinggal di pulau yang lebarnya satu kilometer dan panjang delapan kilometer tersebut. “Sampai sekarang  belum ada solusi!” ungkap Lageno.

Setiap menggali sumur, yang keluar hanyalah air payau. Untung saja, ada satu satunya sumur air tawar yang berjarak seratus meter dari pemukiman. Sehingga, setiap harinya warga harus rela antri berjam jam agar mendapatkan air untuk kebutuhan minum dan memasak. “Itu pun pada Oktober sampai Desember sumur biasanya kering,” ungkapnya.

Pada 2013, tim Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) survei ke pulau yang dapat ditempuh sekitar sepuluh jam  melalui perjalanan laut dari Pulau Adonara, Nusa Tenggra Timur,  atau sekitar 1,5 hari dari Makassar.

Berdasarkan survei tersebut BWA menyimpulkan masalah dapat atasi dengan pengadaan mesin desalinasi air payau.  “Mesin ini dapat memfilter air payau menjadi air tawar, sehingga dapat dikonsumsi warga,” ungkap Darminto, penanggungjawab program Water Action for People (WAfP) BWA.  

Oleh karena itu, BWA berencana membuat project wakaf sarana air bersih berupa mesin desalinasi yang dilengkapi dengan teknologi prepaid.

 

Kapasitas mesin yang akan dipasang untuk Onesatonde sekitar 20.000 liter per hari. Dengan asumsi per kepala keluarga (KK) membutuhkan air tawar 50 liter untuk minum dan masak, maka dibutuhkan sekitar 15 ribu liter perhari untuk 300 KK yang ada. Berarti ada sekitar 5 ribu liter air cadangan per hari.

 

Mesin ini rencananya didesain bersifat mobile (mudah dipindahtempatkan) sehingga mudah dipindahkan ke kampung yang lain yang membutuhkan air bersih.

 

Agar sarana wakaf dapat bertahan lama, maka BWA akan melakukan pendampingan  dalam pengelolaan dan manajemen sarana air bersih ini. Sistem Prepaid yang diterapkan juga diharapkan mampu memberikan edukasi kepada warga agar menggunakan air bersih seperlunya. Serta dapat terkumpulnya dana operasional untuk membeli solar , menggaji pegawai operasional dilapangan serta keperluan operasional lainnya.

 

Project ini meliputi empat pekerjaan.  Pertama, pembuatan sumur sebagai sumber air baku dan MCK.

 

Kedua, desalinasi air payau menggunakan mesin dengan kapasitas 20.000 liter untuk memenuhi kebutuhan memasak dan minum warga.

 

Ketiga, distribusi air tawar melalui hidrant umum di dua titik yang ditampung dalam tangki air kapasitas 2.250 liter di masing-masing titik. Menggunakan teknologi prepaid system.

 

Keempat, transfer pengetahuan dan teknologi pada masyarakat setempat agar dapat mengelola dan memelihara sarana wakaf air bersih.

 

Dengan adanya mesin desalinasi ini, diharapkan kesulitan air bersih yang dialami oleh saudara-saudara kita di Pulau Madu dapat terselesaikan. Dan lebih dari itu, kondisi kesehatan warga  semakin baik dan bekerja lebih giat lagi untuk membangun desa. Dan insya Allah, di setiap teteas air payau yang diubah menjadi air tawar akan mengalirkan pahala bagi wakif hingga ke surga, Aamiin.

Rubah air payau di Pulau Madu dengan kepedulian Anda melalui Wakaf! klik disini!

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement