Kamis 15 Jan 2015 23:20 WIB

Din: Dihina Charlie Hebdo, Nabi Kami tak Berkurang Keagungannya

Pemimpin Redaksi Charlie Hebdo, Stephane Charbonnier menjadi korban serangan brutal.
Foto: AP
Pemimpin Redaksi Charlie Hebdo, Stephane Charbonnier menjadi korban serangan brutal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin mengimbau seluruh umat Islam di dunia, khususnya di Indonesia, untuk tidak terprovokasi dan bereaksi berlebihan terkait diterbitkannya kembali Majalah Charlie Hebdo.

"Bagi umat Islam, saya pikir reaksi terhadap penghinaan pada lambang-lambang Islam, Alquran, dan Nabi Muhammad SAW, dalam bentuk kartun, film, dan sebagainya, tidak perlu ditanggapi dengan ekspresi yang berlebihan karena itu tidak menyelesaikan masalah," kata Din di Jakarta, Kamis (15/1).

"Terlebih lagi, Nabi kami tidak akan berkurang keagungan, kemuliaan dan keluhurannya karena penghinaan itu," lanjut dia.

Ditemui di sela-sela diskusi "Kekerasan Charlie Hebdo: Antara Kebebasan Pers dan Toleransi Kehidupan Umat Beragama" di Pusat Dialog dan Kerja Sama di antara Peradaban (CDCC) di Jakarta, Din menjelaskan, ekspresi yang berlebihan akan memunculkan aksi-reaksi dan Islamofobia-Westernfobia yang hanya akan mengacaukan dunia.

"Bukan berarti kita diam, tapi harus ada cara yang cerdas dan taktis untuk menghadapinya karena kelompok itu (penghina Islam melalu kartun dan film) tidak cerdas, ceroboh dan bodoh, jadi jangan ditanggapi dengan jalan yang sama," kata dia.

Din menegaskan secara pribadi maupun sebagai ketua umum dari Muhammdiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dirinya mengecam segala bentuk kekerasan, apalagi sampai menghilangkan nyawa 12 orang seperti yang terjadi dalam kasus media Charlie Hebdo, karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Namun, Din juga mengecam tindakan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan Charlie Hebdo yang atas dasar apapun telah menyinggung lambang agama dan pemeluk agama tertentu, dan dalam hal ini adalah agama Islam. "Figur Nabi Muhammad itu sangat agung. Tidak bisa dibenarkan bahwa mereka melakukan itu atas 'freedom of speech' (kebebasan berbicara), 'freedom of expression' (kebebasan berekspresi) karena penghinaan itu nyata dan termasuk kekerasan verbal," kata dia.

Oleh karena itu, Din menyerukan kepada pemimpin-pemimpin dan semua warga dunia yang cinta damai untuk bersatu dan mencari solusi terbaik dalam menafsirkan kebebasan. "Kita tidak pernah serius membahas soal itu (kebebasan), dan generalisasi pada kebebasan sangat berbahaya. Karena itu harus ada upaya konsepsional untuk mengatasi masalah itu," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement