REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali, H Roichan Muhlis mengatakan, UU nomo 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), bukan untuk islamisasi.
Sebaliknya, UU JPH dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di dalam maupun di luar negeri.
"Sertifikasi itu kan untuk produknya, bukan untuk konsumen atau produsennya," kata Roichan di Denpasar, Bali, Kamis (15/1).
Roichan mengungkapkan hal itu usai menghadiri pertemuan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara anggota DPD asal Bali, Arya Wedakarna dengan tokoh-tokoh agama di Bali.
Pertemuan dilangsungkan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali, dihadiri tokoh agama Hindu, Islam dan Kristen.
Dalam RDP tersebut, Arya Wedakarna menghabiskan sekitar satu jam untuk menjelaskan kunjungannya. Dia menyinggung lemahnya peran lembaga pendidikan, khususnya dunia Hindu di Bali.
Peserta lainnya, dari tokoh Hindu mengusulkan agar peraturan pemerintah (PP) JPH memasukkan unsur sukla. Unsur sukla adalah ketentuan dalam agama Hindu tentang makanan yang boleh dimakan oleh ummat Hindu.
Menurut Roichan, usulan apa saja memang pantas ditampung sebagai masukan untuk penyusunan PP JPH. Hanya saja kata Roichan, menyusun sebuah UU atau PP, tentunya memperhatikan sejarah bagaimana munculnya UU itu.
"Kita semuanya mengetahui, UU JPH diinisiasi ummat Islam, untuk kepentingan daya saing produk-produk Indonesia di dalam maupun di luar negeri," katanya.
Mengutip beberapa pendapat, Roichan yang mantan pengurus LP POM MUI Bali mengatakan, JPH bukan urusan agama, tapi untuk daya saing produk.
Di Amerika katanya, setiap produk yang akan masuk ke negara itu, harus bersertifikasi kosher bagi kaum Yahudi dan bersertifikasi halal bagi ummat Islam.
"Di Brunei, kalau ada produk yang akan masuk ke negara itu, harus bersertifikat halal. Kalau tidak ada sertifikasinya, maka akan dikembalikan ke negara pengirim," kata Roichan menerangkan.
Produk-produk di Bali kata Roichan, kini sudah banyak yang bersertfikasi halal dan itu memang pilihan untuk memudahkan pemasaran. Sedangkan yang tidak ingin mengurus sertifikasi, juga tidak dipaksakan.