REPUBLIKA.CO.ID, PADANG – Pemangku adat Minangkabau atau yang biasa disebut Ninik Mamak menyambut baik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) gay, lesbian, sodomi, dan pencabulan.
“Fatwa ulama (akan) dijalankan oleh Ninik Mamak. Artinya kalau fatwa ulama, kami sebagai pemangku adat menyetujui,” kata Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, Sayuti Datuak Rajo Panghulu kepada ROL, Kamis (15/1).
Sebab, katanya, adat Minangkabau adalah ‘Adat Basandi Syarak (ABS), Sarak Basandi Kitabullah (SBK)’. Sedangkan Sarak sendiri, lanjutnya, adalah fatwa MUI. Jadi, jika MUI sudah mengeluarkan fatwa, maka Ninik Mamak akan mengikuti.
“Fatwa itu harus membumi. Artinya direstui Tuhan dan diterima manusia,” ujarnya.
Ia menjelaskan, jika ada seorang pejabat yang melanggar fatwa tersebut, ia ibarat harimau berbelang yang dikikis. Serta gajah bergading yang ditanggalkan. “Artinya jabatan itu diturunkan,” lanjutnya.
Sayuti menganggap, setiap orang memang mempunyai kebebasan dalam kepribadiannya. Namun, semua warga Indonesia adalah sama di mata hukum. Kemudian, katanya, jika ada masyarakat yang tidak patuh akan fatwa tersebut, silahkan pergi dari negeri ini. “Sebab ada istilah, di mana bumi dipijak, di sanalah bumi dijunjung, di situ air diambil,” tuturnya.
Artinya, kata Sayuti, di manapun seseorang berada, maka ia harus patuh pada aturan yang ada. Baik itu pejabat, penguasa, maupun orang kaya. Ia menjelaskan, jika seseorang tinggi seperti langit, suatu saat ia akan diruntuhkan. Sedangkan jika dia keras seerti batu, maka ia akan dihancurkan.