REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maghrib belum tiba, tapi gelap sudah menyelimuti Pondok Pesantren Roudhotul Tholibin dan rumah rumah di Dusun Talang Pondok, Kecamatan Buay Pemaca, OKU Selatan, Sumatera Selatan. Lentera minyak tanah yang ada tak dapat mengilangkan pekatnya gulita. Sehingga nyaris tidak ada kehidupan malam di desa yang hanya berjarak 3 kilometer dari Provinsi Lampung tersebut, kecuali di Ponpes yang mencoba bertahan hingga shalat Isya berjamaah tertunaikan.
Beberapa tahun lalu, Ponpes yang didirikan dan diasuh Kyai Suwarno Abil Hasan mencoba mengatasi masalah tersebut dengan membuat pembangkit listrik bertenaga air mikrohidro. Dayanya hanya 7 KVA. Tapi, walaupun mampu menjadi solusi pengganti lentera minyak tanah yang harga minyaknya semakin mahal dan sering kali langka, namun terkadang aliran listriknya dapat menimbulkan masalah baru, yaitu lampu di ponpes sering putus dan peralatan elektronik pun berulangkali rusak.
Berdasarkan survei yang dilakukan pada Nopember 2014, Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) menyimpulkan karena keterbatasan teknologi dan tidak ada tenaga ahli di bidang perlistrikan, pembangkit yang dibuat tidak standar; kabelnya terlalu kecil dan mesinnya tidak dilengkapi peralatan pengaman tegangan. Sehingga tegangan yang sampai ke pondok hanya 160-180 Volt --- idealnya 220 Volt. Sementara ketika aliran sungai deras terutama di musim hujan, tegangan menjadi sangat tinggi.
Melihat potensi sungai yang besar dengan elevasi (head) yang tidak terlalu tinggi, BWA merekomendasikan untuk menggunakan mesin pembangkit listrik tenaga air yang cocok dengan kondisi lapangan yakni tipe propeler open flume, yaitu turbin dan generator pembangkit listrik Mikrohidro untuk head pendek, cukup hanya 8 meter.
Sedangkan tegangan akan disalurkan ke Ponpes yang berjarak 2.150 meter dari turbin; kemudian ke rumah penduduk di sekitar pondok yang berjumlah sekitar 35 rumah.
“Jadi bukan hanya dapat menerangi Ponpes yang memiliki 60 santri mondok dan ratusan santri kalong (tidak mondok) saja tetapi juga menerangi sekitar 35 rumah penduduk sekitarnya, dan yang tak kalah pentingnya, tegangannya pun stabil sehingga tidak lagi merusak lampu dan peralatan elektronik,” ungkap Darminto, penanggung jawab program Tebar Cahaya Indonesia Terang (TCIT) BWA.
Melalui project Wakaf Pembangkit Listrik Mikrohidro Ponpes Roudhothul Tholibin ini, BWA menggalang dana wakaf dari kaum Muslimin. Sehingga aliran listrik yang dihasilkan dapat membantu para santri dan warga menuntut ilmu dan kegiatan produktif lainnya, semoga donasi wakaf Anda dapat menjadi penerang kita di yaumil akhir. Aamiin.
Sisihkan harta Anda agar meninggalkan jejak dengan Wakaf PLTMH Dusun Talang Pondok Ini! Klik disini.