Kamis 08 Jan 2015 05:58 WIB

Pemprov Aceh Diminta Tegas Tindak Upaya Pemurtadan

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Julkifli Marbun
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh
Foto: ROL/Winda Destiana
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Sungguh sangat luar biasa proses pemurtadan dan pendangkalan aqidah di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh yang sangat terasa dimulai sejak tahun 2004 secara pelan-pelan, sehingga belakangan ini banyak ajaran sesat dan pemurtadan terjadi di Aceh yang dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk yang baru-baru ini yang diduga dijalankan Rosnida Sari yang merupakan salah satu dosen di UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Rosnida merupakan dosen lulusan Universitas Flinders, Australia Selatan. Praktek pemurtadan yang dilakukan oleh Rosnida mengajarkan puluhan mahasiswi UIN Ar-Raniry Banda Aceh secara langsung di gereja Banda Aceh dalam tema "Study Gender Dalam Islam". Kemudian, kegiatan tersebut dimuat di media Australia Plus.

Namun, Rosnida menolak tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa seluruh upaya yang dilaksanakannya itu sebagai jembatan untuk perdamaian.

"Ini merupakan satu bahasa yang sangat menyudutkan Islam. Islam ini sudah jelas sebagai agama yang damai dan rahmatal lil'alamin, jadi Rosnida jangan menjualkan anak-anak Aceh untuk kepentingan misi pribadi. Ini sangat kita kutuk," ujar juru bicara DPA Partai Aceh, Suadi Sulaiman dalam siaran persnya yang disampaikan ke Republika, Rabu (7/1).

Suadi Meminta Provinsi Aceh dan DPRA harus segera memanggil Rosnida untuk dimintai pertanggungjawaban atas kegiatannya, selain yang bersangkutan juga harus dipanggil Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Kegiatan ini bertentangan dengan Fatwa MPU Aceh Nomor 05 Tahun 2010 tentang Pendangkalan Aqidah dan Pemurtadan serta Fatwa MPU Aceh Nomor 08 Tahun 2012 tentang Pemahaman, Pemikiran dan Pengamalan yang menyimpang dari Islam.

"Pemerintah Aceh dan DPRA jangan diam terhadap apa yang dilakukan oleh Rosnida, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh harus unjuk gigi dalam memberantas upaya-upaya seperti ini, yang berakhir pada upaya pemurtadan dan pendangkalan aqidah di Aceh, kalau ini tidak mampu dilakukan letakan saja jabatannya. Dinas Syariat Islam jangan kegiatan islam dilarang, kegiatan melawan Islam juga jangan dibiarkan," jelas Suadi.

Menurut Suadi, banyaknya orang Aceh yang murtad diakibatkan oleh tidak pekanya Dinas Syariat Islam di Aceh dalam melahirkan kader-kader Aceh yang Islami dan Qurani, selama ini Dinas Syariat Islam hanya terpaku pada hal seremonial biasa. Di sisi lain, Kepala Pemerintahan Aceh saat menempatkan Kepala Dinas Syariat Islam, harus benar-benar melihat latar belakangnya yang sesuai dengan faham, islam dan iman rakyat Aceh.

"Kapasitas seseorang itu tidak hanya ditentukan oleh sandangan gelar, tapi lebih kepada loyalisnya kepada apa yang diembannya, tak ubahnya "bek tajue meu-doa bak si bangsat, bek tajue beut kitan bak si buta (jangan kita suruh berdoa pada orang bangsat, jangan suruh baca kitab pada orang buta)"," tutur Suadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement