Jumat 02 Jan 2015 13:33 WIB

Fatwa Dikeluarkan karena Masjid Dihancurkan tanpa Penggantian

Rep: c16/ Red: Joko Sadewo
Mengubah tanah wakaf.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mengubah tanah wakaf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait status hukum tanah yang dimanfaatkan untuk masjid adalah wakaf.

Wakil Sekretaris Jendral MUI, Tengku Zulkarnain, mengatakan pada dasarnya fatwa ini bersifat mempertegas status tanah masjid yang sudah tertulis dalam kitab-kitab fiqih klasik. "Dari zaman dulu masjid statusnya adalah wakaf" kata Tengku saat dihubungi Republika Online (ROL), Jumat (2/1).

Tengku menegaskan, fatwa ini dikeluarkan atas dasar banyaknya bangunan masjid yang dihancurkan dan digusur tanpa penggantian. Selama ini banyak ditemui kasus penghancuran dan penggusuran masjid yang secara formal tanahnya tidak memiliki sertifikat wakaf.

Tengku mengungkapkan, sebelumnya para pengembang telah menghancurkan 12 masjid di Medan bahkan salah satu masjid yang dihancurkan telah memiliki sertifikat wakaf. Tengku mengatakan tanah-tanah masjid tersebut dijual langsung oleh beberapa pengurusnya.

Padahal, menurut Tengku, setiap tanah yang dibangun untuk masjid secara otomatis statusnya adalah wakaf. Status tanah tersebut langsung berlaku jika tidak ada yang mengeklaim selama enam bulan sampai satu tahun.  Jikapun ada yang mengakui, lanjut Tengku, tanah tersebut akan bibeli masyarakat dan statusnya tetap wakaf.

Masjid sebagai salah satu harta wakaf, Tengku menjelaskankan, tidak diperbolehkan untuk dijual ataupun dialihfungsikan. Karena, harta wakaf adalah milik umat. Untuk itu, MUI mengeluarkan fatwa ini untuk melindungi bangunan masjid dari penghancuran dan penggusuran

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement