Jumat 12 Dec 2014 17:59 WIB

Revisi Doa, Hidayatullah: Berarti Pemerintah Langgar Demokrasi Dong

Rep: cr05/ Red: Agung Sasongko
Berdoa sambil mengangkat tangan.
Foto: Republika/Tahta Aidilla/c
Berdoa sambil mengangkat tangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ormas Islam, Hidayatyllah, Abdul Manan berpendapat, rencana revisi doa di sekolah bisa berarti pemerintah menyalahi sistem demokrasi. "Kan Indonesia menganut paham demokrasi, maka kalau tujuan revisi itu agar tidak menonjolkan suatu agama tertentu dalam hal ini Islam yang mayoritas, itu berarti menyalahi, melanggar demokrasi dong," sindir Abdul saat dihubungi ROL, Jumat (12/12).

Karena, lanjut, dia, seperti diketahui demokrasi merupakan paham di mana suara terbanyak yang menjadi acuan. "Tidak bisa hanya gara-gara keluhan segelintir pihak jadi mengorbankan jumlah mayoritas. Jadi tidak apa-apa dong kalau sekolah negeri yang memiliki mayoritas siswa Muslim berdoa sesuai kebijakan sekolahnya," kata dia lagi.

Begitu juga sebaliknya, kata dia, sekolah yang mempunyai siswa mayoritas non-Muslim dipersilakan berdoa sesuai cara non-Muslim. "Walaupun di sekolah tersebut Muslim jadi minoritas. Seperti di NTT, Manado, Papua yang cara berdoanya disesuaikan dengan non-Muslim, itulah demokrasi," kata dia.

Sebelumnya dia juga mengaku heran dan mempertanyakan apa sebetulnya kepentingan di balik wacana revisi doa dari Kemendikdasmen ini. Dikarenakan menurutnya selain persoalan teknis seperti ini merupakan kewenangan teknis sekolah, masih banyak hal penting yang perlu dipikirkan secara serius ketimbang revisi Tatib ini.

 

"Bagaimana pendidikan kita maju, gaji-gaji-gaji guru, problem kurikulum, bangunan-bangunan diperbaiki, itu yang harus lebih dipikirin. Soal teknis Tatib doa urusan Kepala Sekolah," terang dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement