Rabu 05 Nov 2014 13:02 WIB

Terima Kasih Allah

 Suasana pengunjung pameran seni rupa kaligrafi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).   (Republika/Raisan Al Farisi)
Suasana pengunjung pameran seni rupa kaligrafi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (16/7). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muslimin

Selalu mengeluhkan kemalangan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan spiritual kita. Bukankah kita sering merasakan semakin sering kita mengeluh, semakin dalam kita terbenam dalam kemalangan.

Oleh karenanya, sebaiknya kita berterima kasih kepada Allah atas semua nikmat yang kita terima, baik besar maupun kecil, dan mensyukurinya setiap detak jantung dan embusan napas kita.

Insya Allah, kebahagiaan akan terus bertambah jika kita selalu mengingat dan mengapresiasi nikmat-nikmat yang kita terima.

Sebagaimana Allah mengingatkan, “Jika kamu bersyukur pasti Kutambah nikmat-Ku kepadamu; sebaliknya jika kamu mengingkari nikmat itu, tentu siksaanku lebih dahsyat.” (QS Ibrahim [14] : 7)

Berterima kasihlah kepada Allah apabila kita mendapat banyak anugerah kenikmatan dan berterima kasihlah pula apabila kita hanya memperoleh sedikit. Bukankah kehidupan ini menawarkan berbagai macam keindahan dan kebahagiaan setiap saat.

Kita dapat menyaksikan kelucuan ikan-ikan menawan dapat muncul dari dalam air ke permukaan. Pohon-pohon tumbuh subur, semakin hari semakin rindang yang memberikan perlindungan kepada orang-orang yang berteduh di bawahnya.

Beraneka jenis bunga indah berwarna cemerlang dapat muncul dari dalam tanah. Burung-burung bernyanyi riang sepanjang pagi dan sore hari.

Maha Suci Allah yang memberikan kenikmatan tak terhitung jumlahnya kepada kita semua, dengan kasih sayangnya yang tak pernah berhenti walau sedetik pun. Kenyataan sederhana, tetapi sarat makna.

Itulah juga yang menyadarkan Sa’di, penyair besar yang pernah kehilangan sepatunya di Masjid Damaskus. Ketika sedang bersungut-sungut meledakkan kejengkelannya, ia melihat seorang penceramah yang berbicara dengan senyum ceria.

Tampak dalam perhatiannya, penceramah itu patah kedua kakinya. Sa’di berguman dalam hatinya,  “Mengapa aku harus terus berkeluh kesah, padahal penceramah ini patah kedua kakinya, tetapi ia terlihat sangat riang gembira.”

Tiba-tiba Sa’di tersadar dari kekeliruannya dalam melihat kemalangan. Segala kejengkelannya memudar. Ia sedih kehilangan sepatu, padahal di sini ada orang yang tertawa riang meskipun kedua kakinya sedang dibalut perban.

Kisah Sa’di di atas mengingatkan kita, terkadang kita mudah melihat datangnya kemalangan, tetapi hampir tidak menyadari adanya kenikmatan. Baru setelah kehilangan nikmat itu, kita menjadi benar-benar menyadarinya.

Islam mengajarkan, dua kenikmatan yang biasanya tak dirasakan kehadirannya sampai kita kehilangan keduanya, yaitu kesehatan dan keselamatan. Kita terlalu memperhatikan kemalangan yang menimpa kita mungkin karena kemalangan itu dapat mengancam kesejahteraan kita.

Tentu tidak seorang pun dapat menghindar dari semua kesulitan dalam hidup, tetapi janganlah berputus asa. Berusahalah mencari secercah harapan dalam semua kesulitan dan berterima kasihlah atas semua nikmat yang kita dapatkan.

Cobalah untuk selalu berterima kasih kepada Allah ketika menghadapi tantangan dan masalah dalam hidup karena kita pasti akan menemui tantangan dan masalah itu. Seperti semua orang, kita juga akan menemui kesulitan yang harus kita lewati.

Namun, kesulitan itu tidak akan berlangsung selamanya dan Allah tidak akan meninggalkan kita dalam lorong gelap tanpa cahaya.

Berusahalah untuk terus menjadi hamba yang selalu berterima kasih kepada Allah. Tentu kita akan memperoleh hasil terbaik dari pengembangaan sikap berterima kasih kita kepada Allah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement