Selasa 28 Oct 2014 16:49 WIB

Menjaga Amanah (2-habis)

Setiap umat memiliki orang kepercayaan.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang/ca
Setiap umat memiliki orang kepercayaan.

Oleh: Hafidz Muftisany

Abu Ubaidah yang menerima surat tersebut sudah paham niat Umar memintanya pergi dari daerah Syam.

Ia pun membalas, "Ya, Amirul Mu’minin! Saya mengerti maksud Khalifah memanggil saya. Saya berada di tengah-tengah tentara Muslimin, sedang bertugas memimpin mereka. Saya tidak ingin meninggalkan mereka dalam bahaya yang mengancam hanya untuk menyelamatkan diri sendiri."

Itulah amanah yang dipegang erat-erat Abu Ubaidah. Ia tidak rela meninggalkan warga yang dipimpinnya untuk menyelamatkan diri. Meski harus mengorbankan nyawa, ia setia bersama warga dan melayani mereka yang terserang penyakit.

Bangsa ini, baru saja memiliki presiden baru sebagai pemimpin nasional. Amanah yang diembannya tidaklah ringan. Ia menanggung beban lebih dari 200 juta hajat rakyat Indonesia. Tak terbayangkan betapa berat hisab yang akan dipertanggungjawabkannya kelak di hadapan pengadilan Allah.

Amanah, bukanlah sebuah permainan. Ia bisa menjadikan sosok yang mengembannya menjadi mulia. Dikenal di bumi, disebut-sebut di langit seperti Abu Ubaidah. Amanah pulalah yang bisa menjadikan seseorang menjadi hina dina jika ia menyelewengkannya, mengeruk kenikmatan pribadi, dan meninggalkan apa yang menjadi tanggungannya.

Tuan presiden bukan hanya menanggung keluh kesah anak istrinya. Tak pula tetangga kanan kirinya. Dia bukan pelayan partainya atau orang-orang yang memilihnya. Ia bahkan harus menanggung hajat orang-orang yang tidak memilihnya. Rela mengambil tanggung jawab itu dan sadar bagaimana bentuk pertanggung jawabannya.

Amanah pasti dan wajib ditunaikan. Jika ia tidak ditunaikan di dunia, maka Allah akan menagihnya untuk ditunaikan di akhirat. "Kalian benar-benar akan menunaikan hak-hak itu kepada pemiliknya yang berhak, sehingga kambing yang tidak bertanduk diberi hak untuk membalas (menanduk) kepada kambing yang bertanduk." (HR Muslim).

Barangkali pemimpin, di level apa pun dia, harus merenungkan besarnya tanggung jawab besar ini. Hari-harinya harus diisi dengan muhasabah, sejauh mana amanah yang ia tunaikan dirasakan oleh rakyat. Seberat apa masalah yang kini diderita rakyat.

Mungkin selama memimpin tidurnya akan tergadai, keningnya timbul kerutan, keringatnya tak berhenti mengucur. Mungkin selama memimpin tawanya akan berkurang tajam, waktu bersantainya akan tersita. Karena amanah adalah hak yang tak tertanggung oleh langit, tak kuat dibawa bumi, tak sanggup dipikul gunung.

"Sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya itu enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. Lalu amanat itu dipikul manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS al-AHzab [33]:72).

Jika amanah seorang manusia saja amatlah besar, bagaimana pula dengan amanah 200 juta penduduk Indonesia?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement