REPUBLIKA.CO.ID, KEBON JERUK -- Tahun Baru Hijriah ke-1436 H tinggal menghitung hari. Sebagai muslim, banyak hikmah yang bisa dipetik dari tahun baru Islam yang jatuh pada 1 muharram bertepatan dengan tanggal 25 oktober 2014. Apa saja hikmahnya?
Berikut pemaparan Pembina Pengurus Wilayah Majlis Silaturrahim Kiyai dan Pondok Pesantren Provinsi Jawa Barat, (PW MSKP3 Jawa Barat) yang juga menjabat sebagai Rois Syuriyah Dewan Perwakilan Cabang Nahdatul Ulama (DPC NU) Kabupaten Karawang, KH. Hassan Nuri Hiddayatullah, atau akrab disapa Gus Hassan, kepada Republika di Jakarta, Kamis sore (23/10).
Menurut Gus Hassan, dalam menghadapi tahun baru hijriyah, sebagai seorang muslim sudah seharusnya meresapi makna terdalam dari nilai-nilai hijrah.
"Hijrah dapat diartikan sebagai posisi berpindah, dari satu tempat ketempat yang lain, seperti dilakukan bagina Rasul Nabi Muhammad SAW," ujarnya.
Dilain sisi, menurutnya hijrah juga bisa diartikan sebagai perpindahan berbagai macam nilai-nilai. "Seperti Allah SWT memerintahkan didalam Al Quran. Qala inni muhajirun illa rabbi, artinya menyatakan bahwa, saya berhijrah kepada Tuhanku (Allah SWT)," terangnya.
Selain itu kata Gus Hassan, dalam berhijrah bukan sekedar ungkapan yang main-main di lisan malainkan benar-benar dalam hati. Artinya, berhijrah dari nilai-nilai yang jauh dari ketuhanan menuju nilai-nilai yang dekat kepada ketuhanan.
"Ya perinsipnya kita berhijrah, sebagai ummat Islam setiap menghadapi perpindahan tahun ini ya meresapi niali-nilai yang ada," katanya.
Terkait korelasi hikmah tahun baru Islam dan terbentuknya Pemerintahan baru di Indonesia. Gus Hassan pun menuturkan, agar dengan adanya pemerintahan yang baru bisa membawa bangsa kepada perubahan yang lebih baik lagi. "Kebetulan dengan tahun baru islam kita juga mempunyai pemerintahan yang baru, hijrah dari era yang lama menuju era yan baru," tuturnya.
Prihal masalah kemakmuran dan kebijakan pemerintah yang dianggap belum berpihak pada rakyat, Gus Hassan berharap di tahun baru hijriah bersamaan diawalinya pemerintahan yang baru dapat menyelesaikan hal-hal tersebut.
"Nilai-nilai yang mungkin dalam pemerintahan selama ini kurang berpihak kepada rakyat menjadi kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat, juga dari pemerintah yang belum memakmurkan masyarakatnya menjadi mampu memakmurkan masyarakatnya," tuturnya.
Selain itu, dalam porsi lebih besar lagi menurut Gus Hassan ialah menciptakan bangsa dari ketertinggalan menuju negara yang aman damai sejahteran.
"Jadi negri yang baldatun toyyibatun warabbun ghafur atau istilah dulu adalah darrussalam yaitu bangsa yang mempunyai kedamaian dan keadilan," tuturnya.
Lebih lengkap lagi, Gus Hassan menuturkan 3 Aspek negara yang disebut "Baldatun Toyyibatun Wa Rabbun Ghafur" seperti isi dalam Surat Al Quraisy.
Pertama, fal ya'budu rabbahadzal bait, yang berarti menciptakan kondisi masyarakatnya sadar beribadah dengan benar.
Kedua, alladzi at'amahum min ju', berarti masyarakat yang makmur kehidupannya, secara ekonomi menjadi masyarakat yang cukup dan sejahtera.
"Karena masyaralat yang miskin ini kan berbahaya, dalam alqur'an pun perintahnya qullu minnattoyibati wa'malu solihah makanlah kalian dengan makanan yang baik baru beramal soleh, perintahnya makan dulu baru beramal, karena kalau beramal tidak makan terlebih dahulu amal berantakan, bisa repot," terangnya.
Ketiga, adalah wa'amanahummin khouf, berarti Pemerintah menciptakan rasa aman kepada masyarakat.
"Aman dari pencurian, aman dari perampokan, aman dari intimidasi, aman dari propokasi, sehingga masyarakat kita tenang," ujarnya.
Oleh karena itu, jikaketiga aspek itu dapat tercapai. Maka, menurut Gus Hassan Bangsa Indonesia dapat menjadi Negri "Baldatun Toyyibatun Wa Rabbun Ghafur".