Selasa 14 Oct 2014 14:43 WIB

Para Kekasih dalam Shaf yang Sama

Ustaz Erick Yusuf.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ustaz Erick Yusuf.

Oleh: Ustaz Erick Yusuf*

Bismillahirrahmanirrahim,

“Ruhamaau bainahum” (saling mengasihi sesama), kata Ustaz Habiburahman el Shirazi yang biasa disebut kang Abik kemarin sesaat setelah mengikuti workshop sekaligus silaturahim untuk para asatiz, inspirator dan mentor yang digagas oleh Forum Salingsapa dengan pembawa materi Mas Iwel Sastra, Mas Ippho Santosa dan Mas Jamil Azzaini yang notabene sebagai motivator-motivator jempolan di bidangnya.

Memang indah rasanya bertemu para kekasih, dan ketika tiba sesi foto kami semua merasa sangat bergembira karena ada sahabat-sahabat dan para guru untuk menyamakan visi, tabayun ilmu, berjuang bersama, bertukar buku atau setidaknya mengadu dan ngopi duduk bersama.

Selain Kang Abik ada Ustaz Amir Faishol, Ustaz Bobby Herbinowo, Ustaz Valentino Dinsi, Ustaz Salafuddin, Prof Ridwan, Pak Irfan Beik, Pak Ahmad Fuadi, Kang Yan Harlan, Pak Mukhlis, Mas Mono, Ustaz Fatih Karim, Kang Erwin Snada dan banyak lagi yang saya tidak bisa sebutkan satu per satu. Itu pun belum termasuk yang berhalangan datang, mereka hadir dalam support dan doanya yang memeluk kita semua dengan kehangatan semangat silaturahim.

Teringat hadis, “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seumpama bangunan saling mengokohkan satu dengan yang lain. (kemudian Rasulullah SAW merapatkan jari-jari tangan beliau).” (Mutafaq alaih)

Hadis diatas menggambarkan persaudaraan yang Islami. Pertama, persaudaraan Islam itu diilustrasikan seperti satu jasad yang utuh, yang apabila salah satu dari anggota badan itu sakit, maka anggota lainnya pun turut merasakan sakit.

Kedua, persaudaraan Islam itu juga diilustrasikan sebagai wujud bangunan yang kuat, yang antara masing-masing unsur dalam bangunan tersebut saling memberikan fungsi untuk memperkuat dan memperkokoh.

Ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam bukan saja mencirikan kualitas ketaatan seseorang terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga sekaligus merupakan salah satu kekuatan untuk memperkokoh kebersamaan. Kebersamaan ini dalam banyak hal dapat memberikan toleransi serta solidaritas sehingga tidak ada lagi jurang yang dapat memisahkan silaturahim di antara sesamanya. Subhanallah wal hamdulillah.

Kemarin kami bersama, dalam shaf yang sama, dengan tujuan yang sama yakni ingin mendekatkan diri pada Allah SWT dan mendapatkan ridha-Nya. Namun dengan latar belakang yang berbeda, dengan pengalaman dan keahlian yang berbeda, dengan gaya yang berbeda, inilah makna dari “unity in diversity” atau Bhinneka Tunggal Ika.

Yang menyatukan itu adalah Allah, yang menjadikan tujuan kita sama adalah Allah, yang menjadikan kita berbeda pun Allah, yang memberdayakan kita pun Allah. Karenanya sudah sepatutnya pemahaman kebhinekaan adalah sifat dari seluruh makhluk ciptaan Allah. Sebagaimana semua yang ada di Langit dan di Bumi tidak luput yang diantaranya, sebagaimana perbedaan sidik jari seluruh manusia, kita semua saling membutuhkan.

Sudah saatnya kita berbaris dalam shaf yang sama dan menyatukan segala perbedaan hanya karena Allah, dan menjadikan perbedaan itu sebuah kekuatan, sebuah harmonisasi semesta sebagaimana Allah telah mengajarkan pada kita semua bahwa segala sesuatu yang ada di Bumi dan Langit itu semua saling berkaitan dan saling membutuhkan. Dan ketika semua sudah terkoneksi atau saling berhubungan pun jika tanpa Allah tidaklah menjadi sebuah kekuatan. “la haula wala quwwata illa billah”.

“Allahumma inni as'aluka hubbaka, wa hubba man yuhibbuka wal 'amalal ladzii yuballighunni hubbaka. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu  agar bisa mencintai dzat-Mu dan juga mencintai orang-orang yang mencintai-Mu, serta mencintai amal perbuatanku pada-Mu.”

Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi Allah adalah yang mengamalkannya.

*Pimpinan lembaga dakwah iHAQi, penulis buku 99 Celoteh Kang Erick Yusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement