Jumat 03 Oct 2014 06:55 WIB

Praktik Syariat Islam di Brunei dan Aceh (Bagian 1)

Rep: Antara/ Red: Indah Wulandari
Masjid Jamik Hassanil Bolkiah di Kampong Kiulap, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.
Foto: Reuters/Ahim Rani
Masjid Jamik Hassanil Bolkiah di Kampong Kiulap, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDA ACEH—Penerapan syariat Islam dalam pemerintahan menjadi pro kontra karena dianggap oleh sebagian warga nonmuslim mendiskriminasi hak-hak mereka. Aceh pun yang bakal menerapkan qanun jinayat saling berbagi ilmu dengan Brunei Darussalam yang telah menerapkan terlebih dahulu.

"Tidak hanya dari luar, tapi juga sebagian rakyat Brunei Darussalam tidak setuju diberlakukan Syariat Islam," kata Pengarah Unit Perundangan Islam Kementerian Hal Ehwal Ugama Negara Brunei Darussalam, Hadiyati binti Haji Abdul Hadi, Kamis (2/10).

Namun ketika itu, setelah pihak kerajaan menjelaskan kepada publik tentang hukum-hukum atau aturan-aturan yang diatur dalam syariah maka rakyat Brunei Darusalam dapat menerimanya, termasuk dari kalangan nonmuslim.

Brunei Darussalam melalui Sultan Hasanah Bolkiah mengumumkan secara resmi pemberlakuan hukum Syariat Islam di negara tersebut dimulai pada 1 Mei 2014.

Kebijakan Sultan ini kemudian mengundang kecaman keras berbagai kelompok pegiat Hak Asasi Manusia Internasional dengan menyebut tindakan Brunei Darussalam itu merupakan langkah mundur bagi HAM.

Kemudian, Sultan Brunei Darussalam Hasanah Bolkiah menjelaskan Syariat Islam diberlakukan justru sebagai sebuah langkah untuk menjadikan Islam yang lebih konservatif.

"Kami juga meyakini bahwa Syariat Islam di Aceh bisa berjalan dengan baik sesuai harapan meski ada pihak yang menantangnya. Namun, yang membedakan, jika di Brunei itu, penerapan Syariat Islam datangnya dari pihak kerajaan (Sultan), sementara di Aceh dimulai dari bawah (rakyat)," kata Hadiyati.

Hadiyati sebagai ketua rombongan yang membawa tujuh pendakwa atau jaksa syariah Brunei Darussalam mengunjungi Banda Aceh, selama empat hari. Kehadiran mereka untuk mempelajari pelaksanaan dan qanun (perda) tentang Syariat Islam yang sedang diterapkan di Aceh.

"Kami akan berada dan melakukan pertemuan dengan para pejabat di beberapa instansi di Aceh untuk mempelajari pelaksanaan syariat Islam di daerah ini," kata Hadiyati, perempuan alumnus Universitas Al-Azhar Kairo itu.

Para jaksa Syariah Brunei Darussalam itu juga bertemu dengan pengurus Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI).

Hadiyati menjelaskan, tidak menutup kemungkinan beberapa aturan syariat Islam yang telah diterapkan di provinsi ujung paling barat Indonesia itu juga akan dilaksanakan di Brunei Darussalam.

"Tidak menutup kemungkinan kami akan mengadopsi beberapa peraturan hukum atau qanun syariat Islam di Aceh untuk diberlakukan juga di Brunei Darussalam," katanya menjelaskan.

Selama berada di Aceh, anggota tim dari Jaksa Syariah Brunei Darussalam itu juga akan mencari masukan antara lain di Mahkamah Syariah Aceh, Pemkot Banda Aceh, Dinas Syariat Islam Aceh, Baitul Mal Aceh dan akademisi di UIN Ar-Raniry Darussalam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement