REPUBLIKA.CO.ID, HOBART -- Tak henti-hentinya komunitas Muslim Australia mendapat intimidasi soal keyakinan mereka. Kali ini giliran, Muslim Australia di Tasmania yang menghadapi wacana larangan burka.
Komunitas Muslim menilai wacana itu tidak konstitusional. Hal itu juga diamini oleh pakar hukum Australia. "Sebuah larangan burka telah melanggar konstitusi, utamanya pasal 116," ucap Pakar Hukum George Williams, seperti dilansir onislam.net, Rabu (1/10).
Menurutnya, larangan burka itu tidak akan bisa diterapkan. Sekalipun tetap diterapkan hal itu hanya akan membuat hukum Australia terlihat konyol. Pada akhirnya, larangan itu hanya memicu perdebatan.
Sebelumnya, Senator Jacqui Lambie dari Palmer Partai Persatuan (PUP) telah menyerukan penyusunan hukum yang melarang burqa di tempat umum. Lambie berpendapat burka sudah termasuk kategori menyembunyikan identitas dalam balut pakaian keagamaan.
"Kebutuhan akan hukum ini sangat besar sekarang. Kami secara resmi berperang melawan ekstrimis," ucap Lambie. Namun, ia berdalih hukum itu tidak anti-Islam atau rasis.
"Jika Anda tak ingin hidup dengan hukum yang berbeda dan menjadikan perempuan seperti warga negara kelas dua silahkan tinggalkan kami," kata dia.
Juru Bicara Asosiasi Mahasiswa Muslim, Abdul Majeed, mengatakan larangan burka hanya upaya memperbaiki masalah yang tidak ada. "Ia (Lambie) punya niatan baik tapi terlalu berlebihan," kata dia.
Untuk mencapai tujuannya itu, Lambie perlu mendapat dukungan koleganya, Clive Palmer. Namun, Palmer yang merupakan pemimpin PUP tampak tidak memperlihatkan sinyal persetujuannya.